Halaman

Jumat, 23 Desember 2011

Menapak Tilas, Pentas “LENG”

Menapak Tilas, Pentas “LENG”
Dalam catatan sejarahnya, Teater Gema pernah menggarap naskah lakon yang berujudul “Leng” karya Bambang Widodo SP, dengan sutrdara Ibrahim Bra. Naskah “Leng” merupakan salah satu garapan yang pernah di pentaskan oleh teater gema ketika mendapat giliran pentas dari FOTKAS (Forum Teater Kampus Semarang). Dalam proses penggarapanya “Leng” di persiapkan selama hampir kurang lebih enam bulan untuk siap di pentaskan. “Leng” disajikan di dua tempat yang berbeda, yang pertama di gedung Taman Budaya Raden Saleh pada 29 November 2010, yang kedua di pentaskan di Auditorium Gedung Pusat lantai 7 IKIP PGRI Semarang pada 2 Desember 2010.
Para pemain dalam proses penggarapanya harus berjuang untuk bisa menampilkan yang terbaik. Karena latihan dalam proses penggarapan teater, tidak hanya membutuhkan waktu yang singkat, melainkan harus dilakukan dengan tlaten dan penuh kesabaran. Selain itu penonton yang akan datang tidak hanya dari linggkungan kampus tempat mereka bernaung saja, namun para seniman-seniman kampus kota semarang juga turut serta menyaksikan perform dari Teater Gema tersebut.
Naskah lakon yang mengangkat tema tentang keaadaan desa yang terkena dampak indusri pabrik tersebut, menyimpan banyak cerita bagi para crew maupun pemainya, seperti yang diungkapkan Danang, Minggu (4/7/2011) pemeran Pak Rebo dalam pementasan “Leng” ini mengungkapkan, sebelumnya saya sudah pernah tahu alur cerita naskah tersebut, timbul keinginana untuk memerankan salah satu tokoh dalam naskah tersebut. Ketika saya mendapatkan tawaran untuk menjadi pemeran “Pak Rebo saya sangat senang dan bangga karena bisa menjadi salah satu bagian dari pementasan tersebut. seperti pepatah “pucuk dicinta ulam pun tiba, disaat saya menginginkanya ada yang menawari.
Dari pentas tersebut saya mendapatkan hal baru yang belum pernah dari saya dapat dari pentas-pentas sebelumnya. Pria asal Purwodadi itu menambahkan, “saya merasa tertantang untuk memerankan tokoh “Pak Rebo”. bagaimana tidak? Saya harus memerankan karakter pak rebo yang sudah tua dengan vocal suara yang harus pas dengan usia Pak Rebo yang sudah lanjut”.
Berbagai perasaan mewarnai proses penggarapanya, “saya senang karena bisa menyigkirkan ego saya ketika latihan, tandasnya, jujur baru pertama kali ini saya main teater di sutradarai oleh orang yang lebih muda dari saya, serta pemain yang paling tua diantara pemain-pemain yang lain. Bisa dikatakan saya menjadi kakak bagi adek-adek yang baru menapakkan kaki di dunia teater, paling tidak harus bisa memeperlihatkan rasa tanggung jawab, kedisiplinan, maupun Menyikapi permasalahan yang terjadi dengan lebih bijak”.
Gbr. Pak Rebo dan Mbok Senik dalam suasana pentas “Leng”.
Pria yang menempuh program study S2 dibidang fisika tersebut menambahkan, Susah senang ada idalamya, mulai awal pertama kali memegang naskah hingga puncaknya ketika pentas. Susah karena banyak pemain yang kurang disiplin waktu latihan, pemain lain harus menunggu berjam-jam hanya untuk menunggu satu pemain yang belum datang. Rasa tidak mood sering menghinggapi proses penggarapan, sebab saat latihan ada pemain yang datang dan ada pemain yang tidak datang. Teater tidak kerja individu namun kerja tim yang butuh kekompakan dan kebersamaan seluruh elemen. “Terkadang saya merasa sedih ketika ada yang menyepelekan sesuatu, meskipun kelihatanya sepele, sedikit banyak juga akan berimbas pada proses latihan”.
“Senangnya“, lanjutnya, “saya menemukan hal baru disini, bermain dengan naskah lakon yang dialognya secara keseluruhan menggunakan bahasa jawa. Kebanyakan naskah-naskah teater tidak memakai bahasa khas orang jawa tersebut. Harapan saya semoga adik-adik saya bisa belajar dari apa yang telah terjadi disekiling kita, karena di sekeliling kita banyak hal yang dapat di pelajari, belajar dari proses leng ini saya ingin adik-adik saya agar lebih serius, semanagat dan tidak putus asa dalam berproses, tetap mengembangkan kreatifitas dan berimajinasi untuk tetap berkarya”.
Menapak tilas pentas “Leng” yang dipentaskan oleh Teater Gema IKIP PGRI Semarang banyak pelajaran yang bisa diambil, baik baik pembaca pada umumnya maupun yang masih aktif dalam dunia keteaterean, meskipun “Leng” sudah dipentaskan hampir satu tahun silam, pamphlet yang digunakan untuk sosialisasi, masih terpampang jelas disanggar Teater Gema. Hal itu menandakan apresiasi para awak teater gema yang mau menghargai hasil jerih payah para pendahulunya. Tak hanya pamphlet dari pentas “Leng” saja yang tertempel jelas, berbagai pentas yang telah diselenggarakan oleh Teater Gema diabadikan dengan gamgar-gambar pamphlet yang tertata di dinding sanggar UKM yang punya agenda Festifal Drama Pelajar tiap tahun itu.(Arifin Oce)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar