Perbaiki
Rekrutment Pengawas Pendidikan
Oleh:
Rofiq Fuaidi
Sungguh
mencengangkan ketika penulis membaca surat kabar Suara Merdeka edisi
9/4/12. Ada berita bahwa pengawas pendidikan banyak yang tidak
berkompeten. Lebih parah lagi bahwa kompetensi mereka dibawah
kompetensi guru. Kondisi ini sungguh ironis karena pengawas
seharusnya lebih berkompeten dari pada guru, tetapi faktanya malah
sebaliknya.
Kondisi
ini diperparah dengan banyaknya pengawas yang tidak berasal dari
jenjang guru. Alur yang benar adalah guru yang baik diangkat menjadi
kepala sekolah dan kepala sekolah yang baik diangkat menjadi
pengawas. Kalau alur rekrutmentnya saja sudah salah maka beginilah
jadinya. Saat dites banyak pengawas yang kurang berkompeten.
Dengan
adanya pola rekrutment yang tidak sesuai dengan alur yang sudah
ditetapkan jelas bahwa disini ada kesalahan yang disengaja dalam
merekrut pengawas. Bagaimana tidak, alur yang ditetapkan sudah jelas
tetapi banyak pengawas yang direkurt tidak sesuai dengan ketentuan.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan` Reformasi
Birokrasi Nomor
21 Tahun 2010 pasal 10 menyebutkan bahwa PNS
yang diangkat dalam jabatan Pengawas Sekolah harus masih berstatus
sebagai guru dan memiliki sertifikat pendidik dengan pengalaman
mengajar paling sedikit 8 (delapan) tahun atau guru yang diberi tugas
tarnbahan sebagai kepala sekolah/madrasah paling sedikit 4
(empat)
tahun sesuai dengan satuan pendidikannya masing-masing.
Tidak
menutup kemungkinan bahwa dalam perekrutan pengawas pendidikan muncul
fenomena gratifikasi, nepotisme serta cara-cara yang tidak sehat
lainnya. Wajar saja posisi pengawas yang mempunyai wewenang banyak
membuat banyak pihak kepincut untuk mendudukinya. Akhirnya jalan
pintaspun dianggap pantas asalnya berhasil menduduki posisi tersebut.
Menurut
Indra Ismawan (1999: 27) pemberian gratifikasi untuk mendapatkan
posisi tertentu dianggap sebagai upaya jerih payah. Upaya tersebut
dianggap sah karena seseorang dapat menyalahgunakan kedudukan politik
yang dimilikinya untuk memperoleh keuntungan tertentu, termasuk
material. Fenomena ini lebih disebabkan oleh sistem yang jelek dari
pada kelakuan buruk individu.
Maka
seperti perekrutan pengawas pendidikan ini dilakukan tidak hanya satu
orang saja tetapi suatu oknum yang bisa membuat sistem tertentu dalam
perekrutan pengawas pendidikan. Sistem semula memang sudah jelek maka
dengan begitu kejelekan sistem ini akan diperparah dengan oknum-oknum
yang memanfaatkan kejelekan sistem untuk individu maupun kelompoknya
sendiri. Sistem seperti itulah yang sekarang mengahasilkan pengawas
pendidikan yang kurang berkompeten.
Langkah
Preventif
Menyikapi
dengan banyaknya pengawas yang kurang berkompeten, kemendikbud
mengadakan diklat. Langkah ini memang sudah tepat guna meningkatkan
kompeten para pengawas.
Akan
tetapi tindakan preventif dalam rekrutment pengawas juga harus
dilakukan. Hal ini bertujuan supaya tidak muncul pengawas baru yang
kurang berkompeten. Langkah ini bisa berupa pembentukan tim pemantau
rekrutment pengawas pendidikan. Tim ini bertugas mengawasi perekrutan
pengawas pendidikan dan mendiskualifikasi bagi peserta yang tidak
memenuhi syarat ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan` Reformasi Birokrasi
Nomor
21 Tahun 2010 pasal 10.
Sanksi
yang tegas juga harus dikenakan kepada pelanggar waktu perekrutan
pengawas pendidikan. Sanksi ini diberikan kepada peserta yang
melakukan pelanggaran dan orang yang membantu kecurangan tersebut.
Sanksi harus memberi efek jera bagi si pelanggar. Bagi pelanggar
ketentuan perekrutan tidak akan diterima sebagai pengawas selamanya
atau bahkan penurunan pangkat dalam jabatan.
Kemendikbud
harus berani melakukan ketegasan-ketegasan seperti diatas. Karena
dengan begitu rekrutment pengawas pendidikan akan benar-benar sesuai
dengan aturan. (Rofiq)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar