Halaman

Minggu, 13 Januari 2013

Perbaiki Rekrutment Pengawas Pendidikan

Perbaiki Rekrutment Pengawas Pendidikan
Oleh: Rofiq Fuaidi
Sungguh mencengangkan ketika penulis membaca surat kabar Suara Merdeka edisi 9/4/12. Ada berita bahwa pengawas pendidikan banyak yang tidak berkompeten. Lebih parah lagi bahwa kompetensi mereka dibawah kompetensi guru. Kondisi ini sungguh ironis karena pengawas seharusnya lebih berkompeten dari pada guru, tetapi faktanya malah sebaliknya.
Kondisi ini diperparah dengan banyaknya pengawas yang tidak berasal dari jenjang guru. Alur yang benar adalah guru yang baik diangkat menjadi kepala sekolah dan kepala sekolah yang baik diangkat menjadi pengawas. Kalau alur rekrutmentnya saja sudah salah maka beginilah jadinya. Saat dites banyak pengawas yang kurang berkompeten.
Dengan adanya pola rekrutment yang tidak sesuai dengan alur yang sudah ditetapkan jelas bahwa disini ada kesalahan yang disengaja dalam merekrut pengawas. Bagaimana tidak, alur yang ditetapkan sudah jelas tetapi banyak pengawas yang direkurt tidak sesuai dengan ketentuan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan` Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 pasal 10 menyebutkan bahwa PNS yang diangkat dalam jabatan Pengawas Sekolah harus masih berstatus sebagai guru dan memiliki sertifikat pendidik dengan pengalaman mengajar paling sedikit 8 (delapan) tahun atau guru yang diberi tugas tarnbahan sebagai kepala sekolah/madrasah paling sedikit 4 (empat) tahun sesuai dengan satuan pendidikannya masing-masing.
Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam perekrutan pengawas pendidikan muncul fenomena gratifikasi, nepotisme serta cara-cara yang tidak sehat lainnya. Wajar saja posisi pengawas yang mempunyai wewenang banyak membuat banyak pihak kepincut untuk mendudukinya. Akhirnya jalan pintaspun dianggap pantas asalnya berhasil menduduki posisi tersebut.
Menurut Indra Ismawan (1999: 27) pemberian gratifikasi untuk mendapatkan posisi tertentu dianggap sebagai upaya jerih payah. Upaya tersebut dianggap sah karena seseorang dapat menyalahgunakan kedudukan politik yang dimilikinya untuk memperoleh keuntungan tertentu, termasuk material. Fenomena ini lebih disebabkan oleh sistem yang jelek dari pada kelakuan buruk individu.
Maka seperti perekrutan pengawas pendidikan ini dilakukan tidak hanya satu orang saja tetapi suatu oknum yang bisa membuat sistem tertentu dalam perekrutan pengawas pendidikan. Sistem semula memang sudah jelek maka dengan begitu kejelekan sistem ini akan diperparah dengan oknum-oknum yang memanfaatkan kejelekan sistem untuk individu maupun kelompoknya sendiri. Sistem seperti itulah yang sekarang mengahasilkan pengawas pendidikan yang kurang berkompeten.
Langkah Preventif
Menyikapi dengan banyaknya pengawas yang kurang berkompeten, kemendikbud mengadakan diklat. Langkah ini memang sudah tepat guna meningkatkan kompeten para pengawas.
Akan tetapi tindakan preventif dalam rekrutment pengawas juga harus dilakukan. Hal ini bertujuan supaya tidak muncul pengawas baru yang kurang berkompeten. Langkah ini bisa berupa pembentukan tim pemantau rekrutment pengawas pendidikan. Tim ini bertugas mengawasi perekrutan pengawas pendidikan dan mendiskualifikasi bagi peserta yang tidak memenuhi syarat ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan` Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 pasal 10.
Sanksi yang tegas juga harus dikenakan kepada pelanggar waktu perekrutan pengawas pendidikan. Sanksi ini diberikan kepada peserta yang melakukan pelanggaran dan orang yang membantu kecurangan tersebut. Sanksi harus memberi efek jera bagi si pelanggar. Bagi pelanggar ketentuan perekrutan tidak akan diterima sebagai pengawas selamanya atau bahkan penurunan pangkat dalam jabatan.
Kemendikbud harus berani melakukan ketegasan-ketegasan seperti diatas. Karena dengan begitu rekrutment pengawas pendidikan akan benar-benar sesuai dengan aturan. (Rofiq)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar