Pengurus PMII Komisariat IKIP PGRI Semarang 2012/2013
Mahasiswa dan PMII merupakan bagian yang saling berkaitan dan tak
terpisahkan. Sebab berawal dari mahasiswalah kita mengenal dan menjadi
kader PMII serta berangkat dari ruang-ruang ilmiah dibangku kuliahlah
kita diperkenalkan oleh berbagai khasanah wawasan sebagai bekal keilmuan
dan modal pengembangan sayap gerakan serta kaderisasi. Input inilah
yang nantinya harus mampu diolah dan dimaksimalkan melalui konsepsi dan
formulasi kaderisasi yang telah terskema dengan sistematis agar output
kader dan alumni yang dihasilkan nantinya mampu memiliki andil dalam
menjaga eksistensi organisasi dan penguatan sayap-sayap gerakan untuk
mengisi dan merebut ruang-ruang perubahan dalam menciptakan civil
society.
Kaderisasi dikampus umum
Model dan formulasi
kaderisasi yang dilaksanakan pada proses internalisasi nilai dan
pembentukan karakter kader PMII pada level basis kader memiliki
karakteristik dan kultur yang berbeda-beda menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan dan tipologi karakter mahasiswa pada tingkatan lembaga serta
fakultatif tertentu. Tahapan mengurai dan menganalisa lebih dalam ini
pada akhirnya nanti akan membantu pengurus pada tiap level lembaga dalam
menentukan metode, saluran dan arahan output yang ingin dicapai melalui
proses kaderisasi tersebut.
Berangkat dari kompleksitas
kondisi tersebut, metode kaderisasi yang dijalankan sahabat-sahabat
pengurus rayon maupun komisariat memiliki kultur karakteristik dan
tantangan yang lebih kompleks dibandingkan dengan yang ada pada
kampus-kampus yang berlatar belakang Islam. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi sahabat-sahabat pengurus untuk lebih inovatif dan
progresif dalam menjalankan agenda kaderisasi pada setiap lembaganya.
Kekayaan bidang kajian keilmuan yang terdapat dikampus umum, dengan
hadirnya bermacam fakultatif keilmuan yang beragam dan secara khusus
mempelajari disiplin ilmu tertentu sebaiknya dapat dijadikan modal dasar
pengurus untuk dapat memaksimalkan potensi fakultatif tersebut melalui
pemetaan dan program pengembangan potensi akademik kader agar dapat
dimaksimalkan pada ruang-ruang implementasi keilmuan yang terdapat
ditiap jenjang lembaga.
Pengembangan potensi-potensi tersebut
diatas akan mampu dijadikan salah satu ruang implementasi nilai yang
didapat pada proses pengkaderan di PMII melalui lembaga-lembaga akademik
maupun minat bakat kemahasiswaan yang berada di kampus (baca:ormawa).
Selain dari pada itu, penanaman nilai-nilai keIslaman dan pemahaman
akan kePMIIan harus mampu disesuaikan dengan porsinya melalui ruang
kaderisasi non formal dan ruang-ruang kultural yang ada. Sehingga
pemahaman akan nilai-nilai tersebut dapat tersampaikan secara
kontekstual maupun tekstual dan akan lebih lunak penyampaian juga
pemahamannya serambi mengatur ritme pengkaderan pada tingkatan yang
selanjutnya.
Berawal dari bangunan tersebut, PMII pada
akhirnya akan mampu menjawab tantangan yang hadir dalam konteks kekinian
dengan pergeseran pola pikir dan tingkah laku mahasiswa terhadap
pemahaman pentingnya berorganisasi, dengan memberikan jawaban atas
kebutuhan mahasiswa. Menemukan formulasi kaderisasi
PMII
Komisariat Universitas Jember secara umum, jika dilihat dari hirarki
organisasi memiliki struktur lembaga yang hampir merata pada setiap
fakultatif. Secara kelembagaan PMII Komisariat UJ memiliki 7 Rayon yang
tersebar menurut fakultatifnya. Berdasarkan kuantitas pada bulan
kaderisasi di PMII Komisariat UJ (September-November), anggota yang
mampu terjaring dan mengikuti jenjang pendidikan formal mapaba dalam
setiap periodenya mencapai 200 anggota menjadikan Universitas Jember
menjadi PMII Komisariat kampus umum yang memiliki kuantitas kelembagaan
maupun anggota yang besar, baik ditingkatan lokalitas maupun nasional.
Alumni yang tercetak melalui pendidikan formal dibangku perkuliahan
dan melalui proses penanaman nilai pada proses pengkaderan di PMII pun
juga tak kalah besar secar kuantitas maupun kualitas. Hal ini harus
dapat di manfaatkan sebagai ruang untuk membangun akses pengembangan
output yang dihasilkan pada proses kaderisasi di PMII agar mampu mengisi
ruang-ruang pengabdian dimasyarakat kelak. Pencapaian kuantitas
anggota tersebut tidak terlepas dari strategi dan metode penjaringan
anggota yang digunakan meskipun dalam perjalanannya terdapat sedikit
ketimpangan secara kuantitas yang seharusnya bisa diminimalisir dengan
kematangan konsep taktis skematik yang mampu ditransformasikan pada tiap
lembaga.
Kelemahan mendasar tersebut membuat ketimpangan
kuantitas anggota terjadi pada lembaga-lembaga lainnya. Sehingga
diperlukan soliditas organ sebagai prasyarat utama agar terbentuk
pemahaman yang masif terhadap metode kaderisasi pada tahapan mapaba.
Tahapan pengawalan kaderisasi pada lingkungan PMII Komisariat
Universitas Jember memiliki tahapan proses yang berantai dan
berkesinambungan, yang tanpa disadari seyogyanya apabila hal tersebut
diskemakan secara rinci dan sistematis akan menjadi suatu metode yang
baik dalam memaksimalkan perebutan basis masa keanggotaan.
Sebelum menginjak pada proses pendidikan formal mapaba, rayon-rayon
dilingkungan PMII Komisariat Universitas Jember sering memaksimalkan
bulan awal saat mahasiswa baru masuk untuk mempersiapkan format kegiatan
pra mapaba yang terangkai dalam bentuk kegiatan yang berorientasi pada
bangunan kedekatan personal, pemahaman dan pengenalan tentang
keorganisasian dan kemahasiswaan dengan bentuk kegiatan non formal
sebagai pondasi awal bagi PMII untuk dapat merebut komunitas baru dalam
lingkup mahasiswa baru sebelum siap memasuki jenjang mapaba.
Jejang persiapan dan pendampingan tersebut nantinya akan berlanjut pada
tahapan pendidikan formal Mapaba dan tindak lanjutnya pada pra
mapabanya. Sehingga dengan metode ini pengurus mampu memaksimalkan ruang
kaderisasi di rayon maupun komisariat untuk mengatur ritme tahapan
pendampingan terhadap anggota berupa penanaman ideologisasi terhadap
anggota. Selain itu pula seleksi dan bentuk pendampingan pada awal
proses pengenalan terhadap PMII ini pada akhirnya akan menciptakan kader
yang memiliki totalitas sebagai anggota PMII.
Kajian dan
diskusi ringan kaderisasi selalu menarik dan tak akan ada habisnya untuk
dibicarakan. Sebab melalui saluran dan pemahaman inilah eksistensi
organisasi akan tetap terus terjaga. Wacana tentang hal tersebut sering
hadir pada ruang-ruang diskusi formal maupun non formal yang hadir
diwarung-warung kopi. Sumbangsih terhadap pemikiran baru terhadap
kaderisasi dilingkungan PMII Komisariat Universitas Jember akan menjadi
suatu jawaban terhadap tantangan dan dinamika perkembangan masyarakat
dewasa ini.
Membentuk bangunan kelembagaan kaderisasi
Kekuatan dan kebesaran institusi kelembagaan PMII Komisariat
Universitas Jember secara basis keanggotaan, secara niscaya tak akan
memberikan kebermanfaatan dalam konteks kaderisasi tanpa adanya
kesadaran bersama akan pemahaman dan tanggung jawab kelembagaan terhadap
pengawalan setiap proses pengkaderan.
Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa konsepsi yang matang menjadi sesuatu yang
urgent dalam pengkaderan. Sebab berangkat dari hal itulah arahan
kaderisasi dapat ditentukan, akan diarahkan dan dibawa kemana proses
kaderisasi yang telah kita berikan pada para anggota dan kader pada
setiap level lembaga. Pemahaman atas tanggung jawab kaderisasi pun
selayaknya harus berangkat dari bangunan pemahaman akan pentingnya
argumentasi kaderisasi pada individu personal maupun kelembagaan dalam
melangsungkan proses kaderisasi.
Berbicara tentang pemahaman
atas argumentasi kederisasi diatas, yang harus mampu secara tuntas
dipahami dan dimengerti oleh setiap pengkader, disini akan sedikit
dihadirkan pemahaman akan hal tersebut. Argumentasi kaderisasi merupakan
sebuah bentuk pemahaman atas apa yang mendasari kita melakukan proses
kaderisasi. Terdapat 5 argumentasi kaderisasi yaitu argumentasi idealis
yakni sebuah bentuk pewarisan nilai-nilai, argumentasi strategis sebagai
bentuk optimalisasi potensi kader, berikutnya argumentasi praksis yakni
kepentingan untuk memperbanyak anggota, selanjutnya argumentasi
pragmatis dalam kaitannya dengan eksistensi organisasi, dan yang
terakhir argumentasi administratif yaitu menjalankan mandat organisasi .
Dewasa ini pemahaman akan argumentasi kaderisasi tersebut
belum mampu secara masif dipaham oleh para pengurus dan kader yang
memiliki tanggung jawab untuk mengkader. Padahal argumentasi tersebut
menjadi hal dasar yang semestinya telah dimengerti oleh setiap diri
pengkader.
Berangkat dari hal tersebut diatas, dalam proses
berjalannya roda organisasi pada level lembaga rayon masih sering
dijumpai kesenjangan pemahaman akan konsepsi kaderisasi. Sehingga yang
terjadi kesenjangan tersebut berefek pada kinerja kelambagaan tersebut
yang tercermin dari jumlah kuantitas anggota dan kualitas kader yang ada
didalam lembaga tersebut. Kondisi kesenjangan tersebut jika dibiarkan
secara berlarut dapat mengancam eksistensi organisasi.
Melihat
realita kondisi kaderisasi yang belum terkonsep secara hierarki pada
setiap jenjang level organisasi, dirasa perlu adanya bentuk pembagian
wewenang dan tugas setiang elemen organisasi pada poros porsinya dalam
mengawal proses kaderisasi pada setiap jenjangnya sebagai salah satu
bentuk pengawalan yang masif dan konkrit pada konteks proses
pengkaderan.
Berbicara mengenai pembagian wewenang dan tugas
pengawalan kaderisasi tersebut dimaksudkan agar pada setiap level
organisasi tertanam jelas haluan dan sistem pengkaderan yang terkonsep
secara rapih dan sistematis. Dimanakah posisi cabang pada tingkatan
kelembagaannya dalam mengawal kaderisasi, bagaimanakah peran dan porsi
surveillance komisariat dalam memberikan arahan pengkaderan pada level
dibawahnya, serta apa yang harus dilakukan rayon-rayon melalui ruang
prosesnya yang ideal mampu melahirkan anggota dan kader yang loyal dan
progresif.
Wacana mengenai bangunan sistem kaderisasi
serta diskursus mengenai posisi dan peran level kelembagaan yang
menaunginya dalam kontribusi pada pengawalan kaderisasi di wilayah
Jember dan Universitas Jember pada khususnya telah menjadi pembicaraan
dan kajian yang menarik dibicarakan kembali khususnya bagi
sahabat-sahabat kader yang berasal dari kampus umum (baca:Univ.Jember)
semenjak konsepsi kaderisasi “The Leading Sectors” diwacanakan oleh PB
PMII. Tentang rumusan apa yang tepat untuk dijalankan dalam menjalankan
proses kaderisasi di kampus umum. Semoga berangkat dari tulisan singkat
ini, sahabat-sahabat sekalian dapat memetik beberapa point yang kemudian
perlu untuk difikirkan dalam ruang diskusi transaksi gagasan yang
membangun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar