1. Indikator
Ø Pemahaman atas sejarah PMII
Ø Pemahaman tentang identitas PMII
Ø Pemahaman tentang gerakan PMII
Ø Tertanamnya ideologi PMII
2. Abstraksi
PMII
atau kependekan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Indonesian
Moslem Students Movement ) merupakan organisasi pengkaderan yang
berkonsentrasi diwilayah pemberdayaan generasi muda Indonesia khususnya
mahasiswa. Ide dasar berdirinya PMII bermula dari adanya hasrat kuat
para mahasiswa Nahdliyin untuk membentuk organisasi mahasiswa yang
berideologi Ahlussunah waljama’ah (aswaja).
Ide
ini tidak terlepas dari eksistensi IPNU-IPPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul
Ulama-Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama), karena secara historisitas
PMII merupakan mata rantai dari departemen perguruan tinggi IPNU yang
dibentuk pada Muktamar ke-3 IPNU di Cirebon pada tanggal 27-31 Desember
1958.
Puncak
perjuangan untuk mendirikan organisasi mahasiswa nahdliyin ini adalah
ketika IPNU mengadakan Konferensi Besar di Kaliurang 14-16 Maret 1960.
Pada saat itu disepakati pendirian organisasi tersendiri bagi mahasiswa
NU. Sehingga akhirnya dibentuk tim khusus yang terdiri dari 13 orang.
Dalam musyawarah selama tiga hari di Surabaya pada 14-16 April 1960).
Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu elemen mahasiswa
yang terus bercita-cita mewujudkan Indonesia ke depan menjadi lebih
baik. PMII berdiri tanggal 17 April 1960 dengan latar belakang situasi
politik tahun 1960-an yang mengharuskan mahasiswa turut andil dalam
mewarnai kehidupan sosial politik di Indonesia. Pendirian PMII dimotori
oleh kalangan muda NU (meskipun di kemudian hari dengan dicetuskannya
Deklarasi Murnajati 14 Juli 1972, PMII menyatakan sikap independen dari
lembaga NU). Di antara pendirinya adalah Mahbub Djunaidi dan Subhan ZE
(seorang jurnalis sekaligus politikus legendaris).
Dengan
demikian ide dasar pendirian PMII adalah murni dari anak-anak muda NU.
Keterikatan PMII kepada NU dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur,
akidah, cita-cita dan bahkan pola berpikir, bertindak dan berperilaku.
3. Latar belakang pembentukan PMII
Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan
dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para
mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi
Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat
dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:
1) Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
2) Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
3) Pisahnya NU dari Masyumi.
4) Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
5) Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota bene HMI adalah underbouw-nya.
Hal-hal
tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat
dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi
sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi
mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang
kuat dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa
yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.
4. Organisasi-organisasi pendahulu
Di
Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul
Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto.Sedangkan di
Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang
dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi
mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat
IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya
yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika
IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.
Gagasan
pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU
di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang
karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah
kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di
Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU
yang diketuai oleh Isma'il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya
antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam
pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara
pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi
pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam
melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.
5. Konferensi Besar IPNU
Oleh
karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul
dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di
Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian
kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU
secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ
mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim
perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU.
Mereka adalah:
1) Khalid Mawardi (Jakarta)
2) M. Said Budairy (Jakarta)
3) M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4) Makmun Syukri (Bandung)
5) Hilman (Bandung)
6) Ismail Makki (Yogyakarta)
7) Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
8) Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
9) Laily Mansyur (Surakarta)
10) Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
11) Hizbulloh Huda (Surabaya)
12) M. Kholid Narbuko (Malang)
13) Ahmad Hussein (Makassar)
Keputusan
lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy,
dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham
Kholid.
6. Deklarasi
Pada
tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang
bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta
musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung,
Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta
perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu
diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta
mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung
dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi
kesepakatan.
Namun
kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan
atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf "P" merupakan singkatan dari
Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia”.
Musyawarah
juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai
ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy
sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan
wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII
dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 Masehi atau
bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.
7. Independensi PMII
Pada
awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII
terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya NU. PMII
merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun
fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis
Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga
penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus
serta organisasi-organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan
melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran
realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan
independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan
Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa
Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.
Namun,
betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham
Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara
kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah
wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja
PMII membedakan diri dengan organisasi lain.
Keterpisahan
PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara
organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral,
kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.
8. Makna Filosofis
Dari
namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”,
“Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII
adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju
tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya.
“Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut
upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan
kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam
kualitas kekhalifahannya.
Pengertian
“Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di
perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa
terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dimnamis, insan
sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul
tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan
tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga
bangsa dan negara.
“Islam”
yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami
dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan
terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan
ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya
tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam
terbuka, progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu
Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan.
Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita
dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan
tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).
Sedangkan
pengertian “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia
yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45.
9. Identitas PMII citra diri PMII
PMII
sebagai suatu wadah organisasi kemahasiswaan dengan label ‘Pergerakan’
yang Islam dan Indonesia mempunyai tujuan “Terbentuknya Pribadi Muslim
Indonesia Yang Bertaqwa kepada Allah swt, Berbudi luhur Berilmu Cakap,
dan Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. Menuju
capaian ideal sebagai mahluk Tuhan, sebagai ummat yang sempurna, yang
kamil, yaitu mahluk Ulul Albab. (Bab IV AD PMII).
Jadi
PMII adalah pergerakan mahasiswa yang Islam dan yang Indonesia, yang
mendasarkan pada agama Islam dan sejarah, cita-cita kemerdekan dan laju
perjalanan bangsa ini kedepan.
Islam-Indonesia
(dua kata digabung) juga bisa dimaknai Islam yang bertransformasi ke
ranah Nusantara/Indonesia, Islam Indonesia adalah Islam lokal –bukan
Islam Arab secara persis–, tapi nilai universalitas Islam atau prinsip
nilai Islam yang ‘bersinkretisme’ dengan budaya nusantara menjadi Islam
Indonesia. Ini adalah karakter Islam PMII yang sejalan dengan ajaran
aswaja.
CITRA DIRI MAHLUK ULUL ALBAB
TRI MOTTO: DZIKIR FIKIR AMAL SHOLEH
TRI KHIDMAD: TAQWA INTELEKTUAL PROFESIONAL
TRI KOMITMEN: KEBENARAN KEJUJURAN KEADILAN
NILAI DASAR PERGERAKAN (NDP) PMII
Indicator
Ø Memahami kandungan nilai-nilai dasar pergerakan PMII
Ø Menjadikan NDP sebagai landasan berfikir, berprilaku dan bersikap dalam kehidupan.
NDP PMII
Berkat rahmat dan hidayah Allah
SWT, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia berusaha menggali sumber nilai
dan potensi insan warga pergerakan untuk dimodifikasi di dalam tatanan
nilai baku yang kemudian menjadi citra diri yang diberi nama Nilai Dasar
Pergerakan (NDP) PMII. Hali ini dibutuhkan di dalam memberikan
kerangka, arti dan motivasi dan wawasan pergerakan dan sekaligus
memberikan dasar pembenar terhadap apa saja yang akan dan mesti
dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan sesuai dengan maksud
didirikannya organisasi ini.
Insaf
dan sadar bahwa semua itu adalah kejarusan bagi setiap fungsionaris
maupun anggota PMII untuk memahami dan menginternalisasikan nilai dasar
PMII itu, baik secara orang perorang maupun bersama-sama.
BAB I
ARTI, FUNGSI, DAN KEDUDUKAN
Arti :
Secara
esensial Nilai Dasar Pergerakan ini adalah suatu sublimasi nilai
ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan
Ahlussunnah wal jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah dan
mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi
keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi Nilai
Dasar Pergerakan ini meliputi cakupan aqidah, syari’ah dan akhlak dalam
upaya kita memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dalam
upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII
menjadikan Ahlussunnah wal jama’ah sebagai pemahaman keagamaan yang
paling benar.
Fungsi :
Landasan berpijak:
Bahwa NDP menjadi landasan setiap gerak langkah dan kebijakan yang harus dilakukan.
Landasan berpikir :
Bahwa NDP menjadi landasan pendapat yang dikemukakan terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi.
Sumber motivasi :
Bahwa NDP menjadi pendorong kepada anggota untuk berbuat dan bergerak sesuai dengan nilai yang terkandung di dalamnya.
Kedudukan :
Rumusan nilai-nilai yang seharusnya dimuat dan menjadi aspek ideal dalam berbagai aturan dan kegiatan PMII.
Landasan dan dasar pembenar dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku.
BAB II
RUMUSAN NILAI DASAR PERGERAKAN
1. TAUHID :
Meng-Esakan
Allah SWT, merupakan nilai paling asasi yang dalam sejarah agama samawi
telah terkandung sejak awal keberadaan manusia.
Allah
adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat-sifat, dan
perbutan-perbuatan-Nya. Allah adalah dzat yang fungsional. Allah
menciptakan, memberi petunjuk, memerintah, dan memelihara alam semesta
ini. Allah juga menanamkan pengetahuan, membimbing dan menolong manusia.
Allah Maha Mengetahui, Maha Menolong, Maha Bijaksana, Hakim, Maha Adil,
dan Maha Tunggal. Allah Maha Mendahului dan Maha Menerima segala bentuk
pujaan dan penghambaan.
Keyakinan
seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari
pada alam semesta, serta merupakan kesadaran dan keyakinan kepada yang
ghaib. Oleh karena itu, tauhid merupakan titik puncak, melandasi,
memadu, dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati,
penegasan lewat lisan, dan perwujudan dalam perbuatan. Maka
konsekuensinya Pergerakan harus mampu melarutkan nilai-nilai Tauhid
dalam berbagai kehidupan serta terkomunikasikan dan mermbah ke
sekelilingnya. Dalam memahami dan mewujudkan itu, Pergerakan telah
memiliki Ahlussunnah wal jama’ah sebagai metode pemahaman dan
penghayatan keyakinan itu.
2. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH.
Allah
adalah Pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia dalam bentuk
sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada
manusia di hadapan ciptaan-Nya yang lain.
Kedudukan
seperti itu ditandai dengan pemberian daya fikir, kemampuan berkreasi
dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan
fungsi sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai
khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang
oleh Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah, manusia
harus melaksanakan ketentuan-ketentauan-Nya. Untuk itu, manusia
dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, jika
manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah.
Dengan
demikian, dalam kehidupan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua
pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada
kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dan sebagai hamba Allah. Kedua
pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh, dengan tidak
menjalani yang satu sambil mengabaikan yang lain. Sebab memilih salah
satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan dan fungsi
kemanusiaan yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan
dapat mengejawentahkan prinsip tauhid secara maksimal.
Pola
hubungan dengan Allah juga harus dijalani dengan ikhlas, artinya pola
ini dijalani dengan mengharapkan keridloan Allah. Sehingga pusat
perhatian dalam menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang
sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah.
Dengan demikian, berarti diberikan penekanan menjadi insan yang
mengembangkan dua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat
dan ikhtiar, sehingga muncul manusia-manusia yang berkesadaran tinggi,
kreatif dan dinamik dalam berhubungan dengan Allah, namun tetap taqwa
dan tidak pongah Kepada Allah.
Dengan
karunia akal, manusia berfikir, merenungkan dan berfikir tentang
ke-Maha-anNya, yakni ke-Mahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun.
Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif
memungkinkan dirinyas untuk menirukan fungsi ke-Maha-anNya itu, sebab
dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah – fitrah suci yang selalu
memproyeksikan terntang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil
ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepadaNya, Manusia berarti
tengah menjalankan fungsi Al Quddus. Ketika manusia berbelas kasih dan
berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka ia telah memerankan
fungsi Arrahman dan Arrahim. Ketikamanusia bekerja dengan kesungguhan
dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan
fungsi Al Ghoniyyu. Demikian pula dengan peran ke-Maha- an Allah yang
lain, Assalam, Al Mukmin, dan lain sebagainya. Atau pendek kata, manusia
dengan anugrah akal dan seperangkat potensi yang dimilikinya yang
dikerjakan dengan niatyang sungguh-sungguh, akan memungkinkan manusia
menggapai dan memerankan fungsi-fungsi Asma’ul Husna.
Di
dalam melakukan pekerjaannya itu, manusia diberi kemerdekaan untuk
memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. Dari semua pola
tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan
sesuai yang diupayakan, karenanya manusia dituntut untuk selalu
memfungsikan secara maksimal ke4merdekaan yang dimilikinya, baik secara
perorangan maupun secara bersama-sama dalam konteks kehidupan di
tengah-tengah alam dan kerumunan masyarakat, sebab perubahan dan
perkembangan hanyalah milikNya, oleh dan dari manusia itu sendiri.
Sekalipun
di dalam diri manusia dikaruniai kemerdekaan sebagai esensi kemanusiaan
untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu dipagari oleh
keterbatasan-keterbatasan, sebab prerputaran itu semata-mata tetap
dikendalaikan oleh kepastian-kepastian yang Maha Adil lagi Maha
Bijaksana,yang semua alam ciptaanNya iniselalu tunduk pada sunnahNya,
pada keharusan universal atau takdir. Jadi manusia bebas berbuat dan
berusaha ( ikhtiar ) untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia
menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh, kaya atau miskin, manusia
harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas dengan
hasil karyanya. Tetapi harus sadar pula dengan keterbatasan-
keterbatasannya, karaena semua itu terjadi sesuai sunnatullah, hukum
alam dan sebab akibat yang selamanya tidak berubah, maka segala upaya
harus diserrtai dengan tawakkal. Dari sini dapat dipahami bahwa manusia
dalam hidup dan kehidupannya harus selalu dinamis, penuh dengan gerak
dan semangat untuk berprestasi secara tidak fatalistis. Dan apabila
usaha itu belum berhasil, maka harus ditanggapi dengan lapang dada,
qona’ah (menerima) karena disitulah sunnatullah berlaku. Karenanya
setiap usaha yang dilakukan harus disertai dengan sikap tawakkal
kepadaNya.
3. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MANUSIA
Kenyataan
bahwa Allah meniupkan ruhNya kepada materi dasar manusia menunjukan ,
bahwa manusia berkedudukaan mulia diantara ciptaan-ciptaan Allah.
Memahami
ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki manusia, anak manusia
mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan yang lainnya.
Sebagai warga dunia manusia adalah satu dan sebagai warga negara manusia
adalah sebangsa , sebagai mukmin manusia adalah bersaudara.
Tidak
ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya , kecuali karena
ketakwaannya. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang
menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya , tetapi ada
pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya, agar antara satu dengan
yang lainnya saling mengenal, selalu memadu kelebihan masing-masing
untuk saling kait mengkait atau setidaknya manusia harus berlomba dalam
mencaridanmencapai kebaikan, oleh karena itu manusia dituntut untuk
saling menghormati, bekerjasama, totlong menolong, menasehati, dan
saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.
Manusia
telah dan harus selalu mengembangkan tanggapannya terhadap kehidupan.
Tanggapan tersebut pada umumnya merupakan usaha mengembangkan kehidupan
berupa hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Dengan demikian maka hasil
itu merupakan budaya manusia, yang sebagian dilestarikan sebagai
tradisi, dan sebagian diubah. Pelestarian dan perubahan selalu mewarnai
kehidupan manusia. Inipun dilakukan dengan selalu memuat nilai-nilai
yang telah disebut di bagian awal, sehingga budaya yang bersesuaian
bahkan yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai tersebut dilestarikan,
sedang budaya yang tidak bersesuaian diperbaharui.
Kerangka
bersikap tersebut mengisyaratkan bergerak secara dinamik dan kreatif
dalam kehidupan manusia. Manusia dituntut untuk memanfaatkan potensinya
yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Melalui pemanfaatan potensi
diri itu justru manusia menyadari asal mulanya, kejadian, dan makna
kehadirannya di dunia.
Dengan
demikian pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan
manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai dalam hubungan dengan Allah,
manusia dan alam selaras dengan perekembangan kehidupandan mengingat
perkembangan suasana. Memang manusia harus berusaha menegakan iman,
taqwa dan amal shaleh guna mewujudkan kehidupan yang baik dan penuh
rahmat di dunia. Di dalam kehidupan itu sesama manusia saling
menghormati harkat dan martabat masing-masing , berderajat, berlaku adil
dan mengusahakan kebahagiaan bersama. Untuk diperlukan kerjasama yang
harus didahului dengan sikap keterbukaan, komunikasi dan dialog antar
sesama. Semua usaha dan perjuangan ini harus terus -menerus dilakukan
sepanjang sejarah.
Melalui
pandangan seperti ini pula kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan
bernegara dikembangkan. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk bekerja sama serta
berdampingan setara dan saling pengertian. Bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita bersama : hidup dalam
kemajuan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Tolok ukur bernegara
adalah keadilan, persamaan hukum dan perintah serta adanya
permusyawaratan.
Sedangkan
hubungan antara muslim ddan non muslim dilakukan guna membina kehidupan
manusia dengan tanpa mengorbankan keyakinan terhadap universalitas dan
kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan paripurna. Dengan tetap
berpegang pada keyakinan ini, dibina hubungan dan kerja sama secara
damai dalam mencapai cita-cita kehidupan bersama ummat manusia.
Nilai
-nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam
persaudsaraan antar insan pergerakan , persaudaraan sesama Islam ,
persaudaraan sesama warga bangsa dan persaudaraan sesama ummat manusia .
Perilaku persaudaraan ini , harusd menempatkan insan pergerakan pada
posisi yang dapatv memberikan kemanfaatan maksimal untuk diri dan
lingkungan persaudaraan.
4. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM
Alam
semesta adalah ciptaan Allah SWT. Dia menentukan ukuran dan
hukum-hukumnya. Alam juga menunjukan tanda-tanda keberadaan, sifat dan
perbuatan Allah. Berarti juga nilai taiuhid melingkupi nilai hubungan
manusia dengan alam .
Sebagai
ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah
menundukan alam bagi manusia , dan bukan sebaliknya . Jika sebaliknya
yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam
, bukan penghambaan terhadap Allah. Karena itu sesungguhnya
berkedudukan sebagai khalifah di bumi untuk menjadikan bumi maupun alam
sebagai obyek dan wahana dalam bertauhid dan menegaskan dirinya.
Perlakuan
manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan
di dunia dan diarahkan kepada kebaikan di akhirat, di sini berlaku upaya
berkelanjutan untuk mentransendensikan segala aspek kehidupan manusia.
Sebab akhirat adalah masa masa depan eskatologis yang tak terelakan .
Kehidupan akhirat akan dicapai dengan sukses kalau kehidupan manusia
benar-benar fungsional dan beramal shaleh.
Kearah
semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan . Dengan sendirinya
cara-cara memanfaatkan alam , memakmurkan bumi dan menyelenggarakan
kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan tujuan yang
terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut. Cara-cara
tersebut dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam kehidupan
bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia
terhadap pekerjaan ,nafkah dan masa depan. Maka jelaslah hubungan
manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran
bersama. Hidup bersama antar manusia berarti hidup dalam kerja sama ,
tolong menolong dan tenggang rasa.
Salah
satu hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek). Manusia menciptakan itu untuk
memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau
memudahkan hubungan antar manusia . Dalam memanfaatkan alam diperlukan
iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tertentu; karena
alam ciptaan Allah buykanlah sepenuhnya siap pakai, melainkan memerlukan
pemahaman terhadap alam dan ikhtiar untuk mendayagunakannya.
Namun
pada dasarnya ilmu pengetahuan bersumber dari Allah. Penguasaan dan
pengembangannyadisandarkan pada pemahaman terhadap ayat-ayat Allah.
Ayat-ayat tersebut berupa wahyu dan seluruh ciptaanNya. Untuk memahami
dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia
mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan aktifitas
intelektualnya. Di sini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan
ijtihad yang utuh dan sistimatis terhadap ayat-ayat Allah, mengembangkan
pemahaman tersebut menjadi iptek, menciptakan kebaruan iptek dalam
koteks ke,manusiaan, maupun menentukan simpul-simpul penyelesaian
terhadap masalah-masalah yang ditimbulkannya. Iptek meruipakan
perwujudan fisik dari ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, terutama
digunakan untuk memudahkan kehidupan praktis.
Penciptaan,
pengembangan dan penguasaan atas iptek merupakan keniscayaan yang sulit
dihindari. Jika manusia menginginkan kemudahan hidup, untuk
kesejahteraan dan kemakmuran bersama bukan sebaliknya. Usaha untuk
memanfaatkan iptek tersebut menuntut pengembangan semangat kebenaran,
keadilan , kemanusiaan dan kedamaian. Semua hal tersebut dilaksanakan
sepanjang hayat, seiring perjalanan hidup manusia dan keluasan iptek.
Sehingga, berbarengan dengan keteguhan iman-tauhid, manusia dapat
menempatkan diri pada derajat yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
Itulah Nilai Dasar Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia yang dipergunakan sebagai landasan teologis
normatif, etis dan motivatif dalam pola pikir, pola sikap dan pola
perilaku warga PMII, baik secara perorangan maupun bersama-sama dan
kelembagaan. Rumusan tersebut harus selalu dikaji dan dipahami secara
mendalam, dihayati secara utuh dan terpadu, dipegang secara teguh dan
dilaksanakan secara bijaksana.
Dengan
Nilai Dasar Pergerakan tersebut dituju pribadi muslim yang berbudi
luhur , berilmu, bertaqwa, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan
ilmu pengetahuannya, yaitu sosok ulul albab Indonesia yang sadar akan
kedudukan dan peranannya sebagai khalifah Allah di bumi dalam jaman yang
selalu berubah dan berkembang , beradab, manusiwi, adil penuh rahmat
dan berketuhanan
Ahlussunnah Wal Jam’aah (ASWAJA)
Indikator
Ø Memahami pengertian ASWAJA
Ø Memahami sejarah ASWAJA
Ø Memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai ASWAJA
Apa yang dimaksud dengan golongan Ahlussunnah wal jamaah ?
Syekh
Abu al-Fadl Abdus Syakur As-Senori dalam karyanya “Al-Kawakib
al-Laama’ah fi Tahqiqi al-Musamma bi Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah”
menyebutkan definisi Ahlussunnah wal jamaah sebagai kelompok atau
golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW dan thoriqoh
para sahabatnya dalam hal akidah, amaliyah fisik (fiqh) dan akhlaq
batin (tasawwuf). Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani dalam kitabnya,
Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haq juz I hal 80 mendefinisikan
Ahlussunnah wal jamaah sebagai berikut “Yang dimaksud dengan assunnah
adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (meliputi ucapan,
perilaku serta ketetapan Beliau). Sedangkan yang dimaksud dengan
pengertian jamaah adalah segala sesuatu yang telah disepakati oleh para
sahabat Nabi SAW pada masa empat Khulafa’ur-Rosyidin dan telah diberi
hidayah Allah “.
Dalam sebuah hadits dinyatakan :
عن
أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : افترقت
اليهود على إحدى وسبعين فرقة ، وتفرقت النصارى الى إثنين وسبعين فرقة ،
وتفرقت أمتي على ثلاث وسبعين فرقة ، كلها في النار الاّ واحدة ، قالوا :
ومن هم يا رسول الله ؟ قال : هم الذي على الذي أنا عليه وأصحابي . رواه أبو
داود والترميذي وابن ماجه
“Dari
Abi Hurairah r.a., Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Umat Yahudi
terpecah menjadi 71 golongan. Dan umat Nasrani terpecah menjadi 72
golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Semua masuk
neraka kecuali satu. Berkata para sahabat : “Siapakah mereka wahai
Rasulullah?’’ Rasulullah SAW menjawab : “Mereka adalah yang mengikuti
aku dan para sahabatku.”. HR. Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majah.
Jadi
inti paham Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) seperti tertera dalam teks
hadits adalah paham keagamaan yang sesuai dengan sunnah Nabi SAW dan
petunjuk para sahabatnya. Dalam hadits lain:
عن
عبد الرحمن بن عمرو السلمي أنه سمع العرباض بن سارية قال وعظنا رسول الله
صلى الله عليه وسلم: فعليكم بما عرفتم من سنتي وسنة الخلفاء الراشدين
المهديين. رواه احمد
“Dari
‘Abdurrahman bin ‘Amr as-Sulami, sesungguhnya ia mendengar al- Irbadl
bin Sariyah berkata: Rasulullah SAW menasehati kami: kalian wajib
berpegang teguh pada sunnahku dan perilaku al-khulafa’ar-Rosyidin yang
mendapat petunjuk.’’ HR.Ahmad.
Sejak kapan istilah golongan Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) muncul ?
Paling
mudah melacak periode awal kelahiran terminologi (istilah) Aswaja
dimulai dengan lahirnya madzhab (tauhid) al-Asy’ari dan abu Manshur
al-maturidi. Tetapi kelahiran madzhab Aswaja di bidang kalam ini tidak
dapat dipisahkan dengan mata rantai sebelumnya, dimulai dari periode
‘Ali bin Abi Thalib KW. Sebab dalam sejarah, tercatat para imam Aswaja
di bidang akidah telah ada sejak zaman sahabat Nabi SAW, sebelum
munculnya paham Mu’tazilah. Imam Aswaja pada saat itu diantaranya adalah
Ali bin Abi Thalib KW, karena jasanya menentang penyimpangan khawarij
tentang al-Wa’du wa al-Wa’id dan penyimpangan qodariyah tentang kehendak
Allah SWT dan kemampuan makhluk. Di masa tabi’in juga tercatat ada
beberapa imam Aswaja seperti ‘Umar bin Abdul Aziz dengan karyanya
“Risalah Balighah fi Raddi ‘ala al-Qodariyah”. Para mujtahid fiqh juga
turut menyumbang beberapa karya teologi (tauhid) untuk menentang
paham-paham di luar Aswaja, seperti Abu Hanifah dengan kitabnya
“Al-Fiqhu al-Akbar” dan Imam Syafi’i dengan kitabnya “Fi tashihi
an-Nubuwwah wa Raddi ‘ala al-Barohimah” .
Imam
dalam teologi Aswaja sesudah itu kemudian diwakili oleh Abu Hasan
Al-Asy’ari, lantaran keberhasilannya menjatuhkan paham Mu’tazilah.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa akidah Aswaja secara subtantif
telah ada sejak masa para sahabat Nabi SAW. Artinya paham Aswaja tidak
mutlak seperti yang dirumuskan oleh Imam Asy’ari dan Maturidi, tetapi
beliau adalah dua diantara imam-imam yang telah berhasil menyusun dan
merumuskan ulang doktrin paham akidah Aswaja secara sistematis sehingga
menjadi pedoman akidah Aswaja.
Dalam
perkembangan sejarah selanjutnya, istilah Aswaja secara resmi menjadi
bagian dari disiplin ilmu keislaman. Dalam hal akidah pengertiannya
adalah Asy’ariyah atau Maturidiyah. Imam Ibnu Hajar Al-Haytami berkata
“Idza uthliqo ahlus sunnati wal jama’ati fal muroodu bihi al asya’irotu
wal maturidiyyah; Jika Ahlussunnah wal jamaah disebutkan, maka yang
dimaksud adalah pengikut rumusan yang digagas oleh Imam Abu al-Hasan
Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Dalam fiqh adalah madzhab
empat, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Dalam tasawwuf adalah Imam
Al-Ghozali, Abu Yazid al-Busthomi, Imam al-Junaydi dan ulama’-ulama’
lain yang sepaham.
Kemudian
secara eksplisit para Ulama mengformulasikan konsep-konsep Aswaja
kedalam beberapa criteria yang merupakan intisari dari konsep aswaja
yang telah dijelaskan secara global di atas, yaitu:
1.
Tawassuth; Bisa diartikan berdiri ditengah, moderat, tidak ekstrim,
tetapi memiliki sikap dan pendirian. Khoirul umur ausatuha (moderat
adalah sebaik-baik suatu perkara)
2.
Tasamuh; Yaitu sikap toleran, tepa selira. Konsep tasamuh merupakan
sebuah landasan yang bingkai yang secara eksplisit sangat menghargai
perbedaan tanpa memaksakan kehendak dan merasa benar sendiri. Yaa
ayyuhalladziina aamanu laa yaskhar qaumun min mqaumin ‘asaa an yakuuna
khoiron minhum (Hai orang-orang yang beriman janganlah satu kaum
mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi kaum yang diolok-olok itu
lebih baik daripada yang mengolok-olok)
3.
Tawazun; Berarti keseimbangan dalam bergaul dan berhubungan baik
horizontal maupun vertikal (sesama manusia, manusia dengan alam serta
manusia dengan Tuhannya). Dengan dibekali akal manusia diharapkan bisa
menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi maupun tugas sebagai hamba
yaitu beribadah kepada Allah. Sebagaimana ajaran kitab suci”wabtaghi
fiima aataakallaahud daaral aakhiraah walaa tansa nashibakaminad dunya”
carilah apa yang telah dikaruniakan Allah kepadamu untuk bekal hidup di
akhirat akan tetapi janganlah engkau lupakan bagianmu du dunia.
4.
Ta’adul; Yaitu keadilan, yang merupakan ajaran universal Islam.
Pemaknaan yang sangat ditekankan dalam hal ini adalah keadilan sosial
yang mencakup keseluruhan dimensi kehidupan manusia dalam ranah
publik(public areas). Begitu pentingnya prinsip keadilan sampai Ibnu
taymiyah berkata: Addunya taduumu ma’al ‘adli wal kufr * walaa taduumu
ma’adzdzulmi wal islam (Dunia bisa berdiri kokoh dengan keadilan
meskipun bangsanya kafir * akan tetapi bisa hancur ketika yang ada hanya
kedzaliman meskipun bangsanya muslim)
ASWAJA DALAM KONTEKS NUSANTARA
Awal
mula kemunculan sejarah aswaja nusantara berbarengan dengan sejarah
masuknya Islam di Indonesia, terlepas dari perdebatan kapan tepatnya
Islam masuk Indonesia tapi yang pasti tonggak kehadiran Islam di
Indonesiasangat tergantung pada dua hal: pertama, Kesultanan pasai di
Aceh yang berdiri pada abad ke-13, dan kedua, Wali Sanga di Jawa yang
mulai hadir pada abad ke-15bersamaan dengan runtuhnya Majapahit. Namun
dalam perkembangan selanjutnya yang lebih berpengaruh adalah Wali Sanga
yang dakwahnya tidak hanya terbatas di wilayah Jawa tetapi menggurita
kepelosok Nusantara. Hal ini dikarenakan dakwah yang dilakukan Wali
Sanga bersifat lentur dan fleksibel yaitu dengan menggabungkan
nilai-nilai Islam dengan budaya yang telah mengakar kuat dalam kehidupan
tanpa mengurangi nilai-nilai Islam yang esensial-substansial dengan
demikian mudah diterima oleh masyarakat. Yang penting untuk dicatat pula
bahwa mayoritas sejarahwan sepakat bahwa Wali Sanga lah yang dengan
sangat brilian mengkontekstualisasikan aswaja dengan kebudayaan
masyarakat Indonesia sehingga lahirlah Aswaja yang khas Indonesia, yang
sampai saat ini menjadi basis bagi golongan tradisionalis, termasuk
PMII.
Telah
kita ketahui dari pemaparan di atas bahwa golongan aswaja adalah
golongan yang berpegang pada Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu
Manshur al-Maturidi(teologi), Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hambali(fiqih), Imam Al-Ghozali, Abu Yazid al-Busthomi, Imam al-Junaydi
dan ulama’-ulama’ lain yang sepaham(tasawuf). Dalam konteks Indonesia
kita dapat menyaksikan bahwa kriteria aswaja yang paling sesuai dengan
kriteria di atas adalah golongan Islam Tradisionalis yang selama ini
kerapkali dicap terutama oleh golongan Islam modernis ataupun kelompok
puritan yang kecenderungan membaca teks-teks suci(al quran dan hadist)
secara literal tekstual sebagai golongan ahlul bid’ah wal jama’ah,
tahayul, khurafat dan segudang tuduhan tak senonoh lainnya yang mana
sikap keberagamaan seperti itu sangat dilaknat oleh Rasulullah SAW “man
kaffara akhaahu al muslim fahuwa kaafirun; barabg siapa yang
mengkafirkan saudaranya yang muslim maka hakikatnya dialah yang kafir”
naudzubillah!
Islam Indonesia
Indikator
Ø Memahami sejarah Islam di Indonesia
Ø Memahami pengertian Islam Tradisi dan Isalm Indonesia
Ø Membedakan Tradisi dan Agama dalam pandangan PMII
Abstraksi
Berbagai
agama dan keyakinan hidup di Indonesia. Sebelum Islam masuk, Hindu dan
Budha sempat menjadi kepercayaan mayoritas di Nusantara. Keduanya,
beserta kepercayaan asli penduduk Nusantara (Kepercayaan Kapitayan,
orang luar menyebutnnya Animisme dan Dinamisme) memberikan dasar
sosio-budaya yang kuat di dalam masyarakat. Konteks sosio-budaya yang
telah terbangun itu berbeda dengan konteks sosio-budaya yang berkembang
di Arab. Sehingga warna Islam yang hidup di Indonesia pun memiliki
perbedaan dengan Islam di Arab. Dalam konteks Madzhab, Islam Indonesia
mayoritas menganut Syafi’i. Islam didedahkan sebagai agama kearifan yang
ajarannya senantiasa kontekstual dalam altar kekinian dan kedisinian.
Di sinilah proses reinventing ini dilakukan dalam konteks dialektika
antara Islam dan budaya lokal mengalami proses take and give, saling
memberi dan menerima, saling mengambil dan belajar sebagai momentum
menemukan Islam keindonesiaan dalam proses reinventing secara simultan,
bukan Arabisme.
Agama
dan tradisi merupakan dua unsur penting dalam masyarakat yang saling
mempengaruhi. Ketika ajaran agama masuk dalam sebuah komunitas yang
berbudaya, akan terjadi tarik menarik antara kepentingan agama di satu
sisi dengan kepentingan budaya di sisi lain. Demikian juga halnya dengan
agama Islam yang diturunkan di tengah-tengah masyarakat Arab yang
memiliki adat-istiadat dan tradisi secara turun-temurun. Mau tidak mau
dakwah islam yang dilakukan Rasulullah harus selalu mempertimbangkan
seg-segi budaya masyarakat Arab waktu itu. Bahkan, sebagian ayat
al-Qur’an turun melalui tahapan penyesuaian budaya setempat.
Pada
perkembangan selanjutnya terdapat perbedaan pendapat di kalangan umat
Islam tentang hasil dari proses dialog tersebut. Sebagian berpendapat
rumusan ketetapan dianggap sebagai ajaran final yang harus diterapkan di
semua lapisan ummat Islam, sedangkan pendapat lain mengemukakan bahwa
yang final bukanlah hasil dari proses dialog, tetapi nilai dasar yang
ingin disampaikan dari ayat yang bersangkutan.
Islam dan Tradisi
Sebagaimana
dimaklumi, sudah lama terjadi gesekan antara kelompok Islam lokal
dengan Islam Arab. Sejak era Perang Paderi yang awalnya dipicu
ketegangan antara orang Islam yang pro-Arabis (Tuanku Imam Bonjol)
dengan kelompok Islam Adat. Pada era berikutnya, kita melihat ada
kalangan anggota jamaah tabligh yang menggunakan pakaian seperti pakaian
orang Arab dan mereka menganggap itu adalah sunnah Nabi, dan menganggap
orang yang tidak berpakaian seperti mereka dianggap tidak mengikuti
sunnah Nabi. Kelompok ini membedakan diri dengan komunitas Islam tradisi
yang berkembang di Indonesia, bahkan menilai tradisi keagamaan yang
bersifat lokal sebagai yang tidak Islam. Dalam masyarakat kita, memang
terdapat banyak tradisi keagamaan yang bersemai dalam tradisi lokal
seperti sekaten, tahlilan, mauludan, ruwahan, nyadran, peringatan tiga
hari, tujuh hari, empat puluh hari hingga haul, dan lain-lain.
a. Pengertian tradisi
Secara
terminologis, ”tradisi” mengandung suatu pengertian tersembunyi tentang
adanya kaitan antara masa lalu dengan masa kini. Ia menunjuk kepada
sesuatu yang diwariskan oleh masa lalu, tetapi masih berwujud dan
berfungsi pada masa sekarang. Sewaktu orang berbicara tentang tradisi
Islam secara tidak sadar ia sedang menyebut serangkaian ajaran atau
doktrin yang dikembangkan ratusan atau ribuan tahun yang lalu tetapi
masih hadir dan tetap berfungsi sebagai pedoman dari kehidupan sosial
pada masa kini. Tradisi dalam pengertian yang paling elementer adalah
sesuatu yang ditransmisikan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini.
Pengertian tersebut cukup menolong, namun masih terlalu umum untuk
dipakai sebagai alat analisa. Tidak terungkap dari pengertian tersebut
apa yang diwariskan, sudah berapa lama diwarisi, dengan cara bagaimana,
lisan ataukah tulisan. Tentunya kita dapat menerima bahwa Taj Mahal di
India, Spinx di Mesir, atau Borobudur di Jawa Tengah adalah
monumen-monumen tradisional. Namun tentunya sulit diterima kalau
bangunan-bangunan tersebut dikatakan sebagai tradisi. Itu semua adalah
produk dari suatu tradisi, tetapi bukan tradisi itu sendiri.
Dalam
hal ini definisi dalam Ensiklopedi Britanica memberikan pengertian yang
lebih jelas, yakni “kumpulan dari kebiasaan, kepercayaan dan berbagai
praktek yang menyebabkan lestarinya suatu bentuk pandangan hidupnya.”
Berangkat dari uraian tersebut kiranya cukup jelas bahwa tradisi adalah
sesuatu yang diwariskan dari masa lalu ke masa kini berupa non-materi,
baik kebiasaan, kepercayaan atau tindakan-tindakan. Semua hal tersebut
selalu diberlakukan kembali, tetapi pemberlakuan itu sendiri bukan
tradisi karena justru mencakup pola yang membimbing proses pemberlakuan
kembali tersebut.
b. Tradisi dan Sunnah
Dalam
bahasa Arab, kata tradisi diidentikkan dengan kata Sunnah yang secara
harfiah berarti jalan, tabi’at, atau perikehidupan. Hal ini sesuai
dengan hadits Nabi yang artinya: “Barang siapa yang mengadakan suatu
kebiasaan yang baik, maka bagi orang tua akan mendapat pahala, dan
pahala bagi orang yang melaksanakan kebiasaan tersebut.” Para ulama
umumnya mengartikan bahwa yang dimaksud dengan kebiasaan yang baik itu
adalah segenap pemikiran dan kreativitas yang dapat membawa manfaat dan
kemaslahatan bagi umat. Yang termasuk dalam tradisi tersebut adalah
mengadakan peringatan maulid nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj, tahun baru
hijriyah dan sebagainnya.
Selanjutnya
kata ”Sunnah” menjadi suatu istilah yang mengacu pada segala sesuatu
yang berasal dari Nabi, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun
ketetapan Nabi. Para ulama Muhadditsin, baik dari kalangan modern
(khalaf) maupun kuno (salaf) menyamakan pengertian Sunnah tersebut
dengan al-hadits, al-akhbar dan al-atsar. Atas dasar pengertian ini kaum
orientalis Barat menyebut sebagai kaum tradisionalis kepada setiap
orang yang berpegang teguh kepada al-sunnah Rasulullah SAW bahkan juga
kepada mereka yang berpegang teguh kepada Al-Quran (makanya, kita yang
dituduh sebagai kaum tradisionalis jangan khawatir karena ini hanya
tuduhan Barat). Islam Tradisi merupakan model pemikiran yang berusaha
berpegang pada tradisi-tradisi yang telah mapan di masyarakat. Sedangkan
Islam post-tradisi, bemaksud mendialogkan tradisinya dengan zaman
modern.
Bagi
PMII, tradisi adalah khazanah peradaban manusia. Tugas PMII adalah
menyatakan kembali atau merujukkan dengannya agar tetap survive dalam
konstelasi kehidupan masa kini, tentunya dengan penyesuaian-penyesuaian
seperlunya. Perbedaan kita dengan kaum fundamentalis terletak pada
penerimaannya pada tradisi. Ataupun dengan kaum modernis yang membuang
tradisi dan ingin meniru Barat. Bedanya, Islam Fundamentalis membatasi
tradisi yang diterima hanya sampai pada khulafa' al-rasyidin, sedang
Islam Tradisi melebarkan sampai pada salaf al-shalih, sehingga kita bisa
menerima kitab-kitab klasik sebagai bahan rujukan. Resikonya, memang
terkadang bisa mengarah pada keteguhan memegang prinsip. Orang luar
menyebutnya ekslusif, subjektif dan diterminis. Sedangkan kaum modernis
ingin menafsirkan al-Qur’an dengan kerangka rasionalitas dan metode
modern. Sikap Islam Tradisi yang tetap memegang teguh tradisi dan
kemampuannya berdialog dengan modernisasi sebagaimana yang ditunjukkan
NU dan PMII membuktikan bahwa tuduhan orang luar mengenai kelompok Islam
tradisi tidak terbukti, sebab kita tetap bisa berdialog dengan
modernitas, Cuma beda dialognya dengan kaum fundamentalis dan kaum
modernis.
c. Sejarah Perkembangan dan Pertumbuhan Islam Tradisi
Berbicara
mengenai Islam tradisi adalah berbicara mengenai kaum salaf. Dalam
sejarahnya, Islam tradisi merupakan hasil cipta rasa dari kaum sunni
(aliran sunni atau ahlussunnah). Aliran ini muncul karena
peristiwa-peristiwa berikut:
1)
Fitnah pada saat Rasulullah SAW wafat. Ketika Rasulullah Muhammad SAW
wafat, maka terjadilah kesalahpahaman antara golongan Muhajirin dan
Anshar siapa yang selanjutnya menjadi pemimpin kaum muslimin. Para
sahabat melihat hal ini akan mengakibatkan perang saudara antar kaum
muslimin Muhajirin dan Anshor. Setelah masing-masing mengajukan delegasi
untuk menentukkan siapa Khalifah pengganti Rasulullah. Akhirnya
disepakati oleh kaum muslimin untuk mengangkat Abu Bakar sebagai
Khalifah.
2)
Fitnah masa khalifah ke-3. Pada masa kekhalifahan ke-3, Utsman bin
Affan, terjadi fitnah yang cukup serius di tubuh Islam pada saat itu,
yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman. Pembunuhnya ialah suatu
rombongan delegasi yang didirikan oleh Abdullah bin Saba' dari Mesir
yang hendak memberontak kepada Khalifah dan hendak membunuhnya. Abdullah
bin Saba' berhasil membangun pemahaman yang sesat untuk mengadu domba
umat Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam. Kemudian masyarakat
banyak saat itu, terutama disponsori oleh para bekas pelaku pembunuhan
terhadap Utsman, berhasil membunuh beliau dengan sadis ketika beliau
sedang membaca al-Qur'an.
3)
Fitnah masa khalifah ke-4. Segera setelah bai'at Khalifah Ali mengalami
kesulitan bertubi-tubi. Orang-orang yang terpengaruh Abdullah bin Saba'
terus menerus mengadu domba para sahabat. Usaha mereka berhasil. Para
sahabat salah paham mengenai kasus hukum pembunuhan Utsman. Yang pertama
berasal dari janda Rasulullah SAW, Aisyah, yang bersama dengan Thalhah
dan Zubair berhasil diadu domba hingga terjadilah Perang Jamal atau
Perang Unta. Dan kemudian oleh Muawiyah yang diangkat oleh Utsman
sebagai Gubernur di Syam, mengakibatkan terjadinya Perang Shiffin.
Melihat banyaknya korban dari kaum muslimin, maka pihak yang berselisih
mengadakan ishlah atau perdamaian. Para pemberontak tidak senang dengan
adanya perdamaian diantara kaum muslimin. Kemudian terjadi usaha
pembangkangan oleh mereka yang pada awalnya berpura-pura/munafik.
Merekalah Golongan Khawarij.
4)
Tahun jama’ah. Kaum Khawarij ingin merebut kekhalifahan. Tapi terhalang
oleh Ali dan Muawiyah, sehingga mereka merencanakan untuk membunuh
keduanya. Ibnu Muljam dari Khawarij berhasil membunuh Khalifah Ali pada
saat khalifah mengimami shalat subuh di Kufah, tapi tidak terhadap
Muawiyah karena dijaga ketat. Bahkan Muawiyah berhasil
mengkonsolidasikan diri dan umat Islam, berkat kecakapan politik dan
ketegaran kepemimpinannya. Karena belajar oleh berbagai pertumpahan
darah, kaum muslim secara pragmatis dan realistis mendukung kekuasaan de
facto Muawiyah. Maka tahun itu, tahun 41 Hijriyah, secara khusus
disebut tahun persatuan ('am al-jama'ah).
5)
Sunnah madinah. Kaum muslimin mendalami agama berdasarkan Al-Qur'an,
dan memperhatikan serta ingin mempertahankan sunnah Nabi di Madinah.
Akhirnya ilmu hadits yang berkembang selama beberapa abad, sampai
tuntasnya masalah pembukuan hadis sebagai wujud nyata Sunnah pada
sekitar akhir abad ke-3 hijriyah. Saat itu, lengkap sudah kodifikasi
hadis dan menghasilkan al-Kutub al-Sittah (Buku Yang Enam) yakni oleh
al-Bukhari (w. 256 H), Muslim (w. 261 H), Ibnu Majah (w. 273 H), Abu
Dawud (w. 275), al-Turmudzi (w. 279 H), dan al-Nasa'i (w. 303 H).
Kemudian
masa perkembangan Ahlus-Sunnah pada masa kekuasaan Bani Umayyah masih
dalam keadaan mencari bentuk, hal ini dapat dilihat dengan perkembangan
empat mazhab yang ada di tubuh Sunni. Abu Hanifah, pendiri Mazhab
Hanafi, hidup pada masa perkembangan awal kekuasaan Bani Abbasiyah.
Yaitu madzab Hanafi, Maliki, Syafi’i serta Hambali. Selanjutnya praktek
Islam tradisionalis juga dapat dijumpai di India, Mesir, turki, dan juga
Indonesia.
d. Karakteristik Islam Tradisi
Karakteristik (ciri-ciri atau corak pemikiran) Islam tradisi adalah sebagai berikut:
1)
Memegang teguh pada prinsip. Karena keteguhanya ini, orang luar
terkadang salah paham dengan menilainya eksklusif (tertutup) atau
fanatik sempit, tidak mau menerima pendapat, pemikiran dan saran dari
kelompok lain (terutama dalam bidang agama). Hal ini dikarenakan mereka
mengganggap bahwa kelompoknya yang paling benar.
2)
Bersifat toleran dan fleksibel. Karena sifat tolerannya terhadap
tradisi maka orang luar terkadang salah paham dengan menilainya tidak
dapat membedakan antara hal-hal yang bersifat ajaran dengan yang
non-ajaran. Dengan ciri demikian, Islam tradisionalis mengganggap semua
hal yang ada hubungannya dengan agama sebagai ajaran yang harus
dipertahankan. Misalnya, tentang ajaran menutup aurat dan alat menutup
aurat berupa pakaian. Yang merupakan ajaran adalah menutup aurat,
sedangkan alat menutup aurat berupa pakaian dengan berbagai bentuknya
adalah bukan ajaran. Jika ajaran tidak dapat diubah, maka yang bersifat
non-ajaran dapat dirubah. Kaum islam tradisionalis tidak dapat
membedakan antara keduanya, sehingga alat menutup aurat berupa
pakaian-pun dianggap ajaran yang tidak dapat dirubah.
3)
Berpijak masa lalu untuk masa depan. Islam tradisionalis menilai bahwa
berbagai keputusan hukum yang diambil oleh para ulama di masa lampau
merupakan contoh ideal yang harus diikuti. Hal demikian muncul sebagai
akibat dari pandangan mereka yang terlampau mengagungkan para ulama masa
lampau dengan segala atributnya yang tidak mungkin dikalahkan oleh para
ulama atau sarjana yang muncul belakangan. Walau demikian, pemahaman
sebagai manhaj al-fikr juga membuka kemungkinan untuk diadakan ijtihad
baru terhadap permasalahan yang mengemuka di era sekarang.
4)
Hati-hati dalam melakukan penafsiran teks agama. Keteguhan pada teks
membuat kelompok ini dituduh sangat tekstulis, padahal tuduhan itu tidak
tepat karena apa yang dilakukan kaum sunni ini adalah sikap
kehati-hatiannya dalam mengambil hukum. Sehingga orang luar sering
menuduhnya memahami ayat-ayat al-Qur’an secara tekstual tanpa melihat
latar belakang serta situasi sosial yang menyebabkan ayat-ayat al-Qur’an
tersebut diturunkan, sehingga jangkauan pemakaian suatu ayat sangat
terbatas pada kasus-kasus tertentu saja tanpa mampu menghubungkannya
dengan situasi lain yang memungkinkan dijangkau oleh ayat tersebut.
5)
Cenderung tidak mempersalahkan tradisi yang terdapat dalam agama. Pada
waktu Islam datang ke Indonesia, di Indonesia sudah terdapat berbagai
macam agama dan tradisi yang berkembang dan selanjutnya ikut mewarnai
tradisi dan paham keagamaan yang ada. Tradisi yang demikian itu kalau
yang baik tidak dipermasalahkan yang penting dapat menentramkan hati dan
perasaan mereka. Sedangkan tradisi yang bertentangan dengan Islam harus
dihilangkan atau diganti dengan yang substansinya sesuai dengan ajaran
Islam.
e. Islam Tradisi di Indonesia
Islam
Tradisi yang berkembang di Indonesia sudah lama sejak era
Walisongo.Pada kemudian hari kaum tradisionalis ini identik dengan warga
Nahdathul Ulama (NU) dimana akar kultur PMII berada
SEJARAH NEGARA-BANGSA INDONESIA
1. Indikator
Ø Memahami sejarah negara bangsa Indonesia secara komprehenship, baik sisi geografis, kesejarahan, hingga era modern.
Ø
Inspirasi bagi kita semua bahwa kita ini bisa berdiri sendiri, tidak
perlu dipapah orang lain, untuk berdiri dan berjalan seribu tahun lagi,
membangun negeri.
Ø Harapannya
akan semakin membuat kita mengerti dan bisa menjawab pertanyaan; apa
yang harus dilakukan oleh bangsa Indonesia sekarang ini untuk menata
dirinya agar tetap bisa tetap survive dalam kehidupan globalisasi.
2. Abstraksi
Sejarah
perkembangan negara-bangsa Indonesia tidak lepas dari situasi global
baik dalam konteks sosio-ekonomi, sosio-politik maupun sosio-kultural.
Bangsa Indonesia berkembang dalam beberapa peristiwa yang kental di masa
penjajahan, baik fisik maupun psikis. Penjajahan telah menciptakan
kemunduran peradaban sampai titik nadir telah membentuk pribadi,
karakter dan tatanan sosial masyarakat yang sangat memprihatinkan.
Warisan mental kolonial yaitu nalar inlander (nalar minder pada asing)
masih sangat kuat hingga sekarang. Termasuk dengan munculnya nama
”Indonesia” pun juga tidak murni produk bangsa sendiri, melainkan
istilah pemberian orang asing. Karenanya, istilah ”Indonesia” dengan
sendirinya sangat kolonialistis dan membodohkan.
Indonesia
banyak yang “hilang” jati dirinya sehingga berakibat pada rusaknya
karakter bangsa. Perlu diingat, sebuah bangsa akan maju dan jaya bukan
disebabkan oleh kekayaan alam, kompetensi, ataupun teknologi canggihnya,
tetapi karena dorongan semangat dan karakter bangsanya. Atau, dapat
disimpulkan bahwa bangsa yang didorong oleh karakter bangsanya akan
menjadi bangsa yang maju dan jaya. Sementara bangsa yang kehilangan
karakter bangsanya akan sirna dari muka bumi.
3. Nusantara periode pra-sejarah
Fosil-fosil
Homo erectus yang ditemukan di beberapa tapak di Jawa menunjukkan
kemungkinan kontinuitas populasi mulai dari 1,7 juta tahun hingga 50.000
tahun yang lalu. Rentang waktu yang panjang menunjukkan perubahan fitur
yang berakibat pada dua subspesies berbeda Homo erectus paleojavanicus
yang lebih tua daripada Homo erectus soloensis. Swisher (1996)
mengajukan tesis bahwa hingga 50.000 tahun yang lalu mereka telah hidup
sezaman dengan manusia modern homo sapiens.
Migrasi
Homo sapiens (manusia modern) masuk ke wilayah Nusantara diperkirakan
terjadi pada rentang waktu antara 160.000 dan 100.000 sampai tahun yang
lalu. Masyarakat berciri fisik Austrolomelanesoid, yang kelak menjadi
moyang beberapa suku pribumi di semenanjung Malaya (Semang), Filipina
(Negrito), Aborigin (Australia), Papua dan Melanesia, memasuki kawasan
Paparan Sunda. Mereka kemudian bergerak ke timur. Gua Niah di Sarawak
memiliki sisa kerangka tertua yang mewakili masyarakat ini (berumur
sekitar 60 sampai 50 ribu tahun). Sisa-sisa tengkorak ditemukan pula di
gua-gua daerah karst di Jawa (Pegunungan sewu). Mereka adalah pendukug
kultur Paleolitikum yang belum mengenal budidaya tanaman atau beternak
dan hidup meramu (hunt and gathering).
Penemuan
seri kerangka makhluk mirip manusia di Liang Bua (Pulau Flores),
membuka kemungkinan adanya spesies Hominid ketiga, yang saat ini dikenal
sebagai Homo Floresiensis.
Selanjutnya
kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi, perpindahan besar-besaran masuk ke
kepulauan Nusantara (imigrasi) dilakukan oleh ras Austronesia dari
Yunan (China) dan mereka menjadi nenek moyang suku-suku di wilayah
Nusantara bagian barat. Mereka datang dalam 2 gelombang kedatangan yaitu
sekitar tahun 2.500 SM dan 1.500 SM. Bangsa nenek moyang ini telah
memiliki peradaban yang cukup baik, mereka paham cara bertani yang lebih
baik, ilmu pelayaran bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki
sistem tata pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil).
Kedatangan imigran dari India pada abad-abad akhir sebelum masehi
memperkenalkan kepada mereka sistem tata pemerintahan yang lebih maju
yaitu kerajaan (karena sebelum itu belum dikenal system kerajaan).
4. Periode proto-sejarah
Kalau
melihat relief dalam (Bas-relief) pada Candi Borobudur, menunjukkan
kapal/perahu bercadik khas Nusantara yang digunakan pedagang dari
wilayah ini. Perhatikan pula arsitektur rumah panggung di sisi kiri,
yang banyak dijumpai di berbagai tempat di Nusantara.
Kontak
dengan dunia luar diketahui dari catatan-catatan yang ditulis orang
Tiongkok hingga Yunani, yang sangat sedikit. Dari sana diketahui bahwa
telah terdapat masyarakat yang berdagang dengan mereka. Objek
perdagangan terutama adalah hasil hutan atau kebun, berbagai
rempah-rempah, seperti Lada, Gaharu, Cendana, Pala, Kemenyan, serta
Gambir, dan juga Emas dan perak. Titik-titik perdagangan telah tumbuh,
dipimpin oleh semacam penguasa yang dipilih oleh warga atau diwarisi
secara turun-temurun. Catatan Tiongkok menyebutkan bahwa pada abad-abad
pertama masehi diketahui ada masyarakat beragama Buddha, Hindu, serta
Kapitayan (Animisme). Temuan-temuan Arkeologi dari beberapa ratus tahun
sebelum masehi hingga periode Hindu-Buddha menunjukkan masih meluasnya
budaya Megalitikum, bersamaan dengan budaya Perundagian. Catatan Arab
menyebutkan pedagang-pedagang dari timur berlayar hingga pantai timur
Afrika. Peta Ptolomeus, penduduk Aleksandria, menuliskan Chersonesos
aurea ("Semenanjung Emas") untuk wilayah yang kemungkinan adalah
Semenanjung Malaya atau Pulau Sumatera.
5. Era Pra-Kolonial
Para
cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu
Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal
yang menyebutkan tanggal adalah dari abad ke-5 mengenai dua kerajaan
bercorak Hinduisme: Kerajaan Taruma Negara menguasai Jawa Barat dan
Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425
agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut.
Di
saat Eropa memasuki masa renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan
peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya
di Sumatra dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan
kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau
saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).
a. Kerajaan Hindu-Buddha
Pada
abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan
bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan
Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad
ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah
Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670.
Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat
dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah
kerajaan Hindhu Majapahit di Jawa Timur. Patih Majapahit antara tahun
1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah
yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh
Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi
hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam Wiracarita
Ramayana.
b. Kerajaan Islam
Islam
sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar Abad ke-12,
namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7
Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat
internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di
Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak
abad 7.
Menurut sumber-sumber
Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Bangsa
arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatra.
Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini
nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama
Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Azia dari
Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan
Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah
keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di
dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya
terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian,
pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12
mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan
Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya
merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda
persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang
dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang
hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja
Srindravarman, yang semula Hindu masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun
dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya
Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.
Islam
terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam.
Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan
pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah
Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun
1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah dari Ternate.
Kerajaan
Islam di Indonesia kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke
penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan
utama pada akhir abadke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap
mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur,
rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad
ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di
kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran
Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal
ini, karena para penyebar dakwah atau Mubaligh merupakan utusan dari
pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia maka untuk menghidupi
diri dan keluarga mereka, para Mubaligh ini bekerja melalui cara
berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang
dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan
meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli
kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam
penting termasuk diantaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan
Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara
Eropa,Kerajaan Mataram, Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di
Maluku.
Sementara di Jawa, pada
saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis
wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah-wilayah yang
terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling
mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan
mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging.
Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Wali Songo, Ki Ageng
Pengging mendapat dukungan dari syekh siti Jenar.
Raden
Patah mampu membangun fondasi pemerintahan Islam Demak dengan mendapat
dukungan penuh dari Dewan Wali. Pada masa ini, Islam mulai menyebar
terutama di pesisir Jawa. Demak bahkan menjadi penguasa lautan Jawa
dengan armada lautnya yang dikenal tangguh. Di bawah pemerintahan Pati
Unus, Demak berwawasan Nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak
sebagai kesultanan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak
merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya
Portugis di Malaka, kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal
menunggu waktu. Maka Demak menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1511.
Walau serangan ini kurang berhasil namun mampu membuat Portugis
memperhitungkan kedahsyatan Demak. Ternyata Demak mempunyai mental
bertanding menyerang ke kandang orang. Penggantinya, Sultan Trenggana
memperkuat penguasaan teritori Jawa. Portugis merasa ancaman Demak sudah
tidak mengkhawatirkan lagi, sehingga ia berani masuk ke Sunda Kelapa.
Namun diserang oleh Sultan Trenggono, dengan mengirim pasukan yang
dipimpin menantunya, Syarif Hidayatullah, pemuda asal Samudra Pasai,
yang berhasil menghancurkan Portugis (1527). Kota Sunda kelapa diganti
menjadi Jaya karta (Jakarta) yang artinya Kota Kemenangan. Sejak itu,
Portugis tidak berani masuk Jawa lagi, ia kemudian lebih memilih ke
Maluku dengan melewati perairan Jawa bagian utara yang dekat dengan
Kalimantan dan Sulawesi.
Di
bawah Sultan Trenggana pula, Demak juga merebut Padjajaran (1527), Tuban
(1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan
Kerajaan Blambangan , kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa
(1527-1546). Di era Sultan Trenggono inilah, Demak mampu menyebarkan
Islam di Jawa, dari Jawa Timur, Jawa Tengah hingga Jawa Barat (khususnya
di pesisir dengan keberadaan Kerajaan Cirebon yang dipimpin oleh
menantunya, Syarif Hidayatullah). Sultan Trenggana meninggal pada tahun
1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian
digantikan oleh Sunan Prawoto. Pada masa Sunan Prawoto terjadi geger di
internal keluarga kerajaan Demak, hingga muncul Joko Tingkir yang
akhirnya memindahkan Kerajaan Demak ke Pajang di pedalaman Jawa Tengah,
hingga kemudian lahir Mataram Islam yang akhirnya pecah menjadi
Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Jogjakarta.
6. Era Kolonial
Sebagaimana
diketahui, bahwa sepanjang abad 17 hingga awal abad 20, Nusantara
merupakan sumber pendapatan ekonomi penting bagi negara-negara Eropa,
khususnya Belanda, Portugis, Inggris dan Spanyol. Ketika itu
kolonialisme merupakan bentuk hubungan antar bangsa. Dalam pola hubungan
tersebut, apa yang terjadi di Eropa memiliki dampak kepada Indonesia.
Diantaranya adalah kesadaran nasionalisme serta hak untuk merdeka. Juga
ketika Perang Dunia II terjadi, Indonesia sebagai jajahan Jepang
merasakan dampaknya. Cerdasnya, ketika PD II tersebut, kaum pergerakan
Indonesia mampu memanfaatkan kekalahan Jepang (kubu Axis) untuk
memproklamasikan kemerdekaan (1945).
a. Kolonialisasi Portugis
Keahlian
bangsa Portugis dalam navigasi, pembuatan kapal dan persenjataan
memungkinkan mereka untuk melakukan ekspedisi, eksplorasi dan ekspansi.
Pada 1511, Portugis berhasil menguasai Malaka, sebuah emporium yang
menghubungkan perdagangan dari India dan Cina. Dimulai dengan ekspedisi,
eksplorasi yang dikirim dari malaka yang baru ditaklukkan, Portugis
berhasil mengendalikan perdagangan rempah-rempah seperti lada, cengkeh,
pala dan fuli dari Sumatra dan Maluku. Dengan kekuatannya yang lebih
canggih, mereka mampu menahan serangan Penguasa Demak, Adipati Unus
(1511).
Bangsa Portugis
merupakan bangsa Eropa pertama yang tiba di kepulauan yang sekarang
menjadi Indonesia, dan mencoba untuk menguasai sumber rempah-rempah yang
berharga dan untuk memperluas usaha Misionaris Katolik Roma. Upaya
pertama Portugis untuk menguasai kepulauan Indonesia adalah dengan
menyambut tawaran kerjasama dari Kerajaan Sunda. Pada 1512, Alfonso
D`Albuquerque (pimpinan Portugis di Malaka) mengirim sebuah armada ke
tempat asal rempah-rempah di Maluku. Dalam perjalanan itu mereka singgah
di Banten, Sundakalapa, dan Cirebon.
Pada
awal abad ke-16, pelabuhan-pelabuhan perdagangan penting di pantai
utara pulau jawa sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak, termasuk dua
pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten dan Cirebon. Khawatir peran
pelabuhan Sunda Kelapa semakin lemah, raja Keraan Sundaj, Sri Baduga
Prabu Siliwangi mencari bantuan untuk menjamin kelangsungan pelabuhan
utama kerajaannya itu. Pilihan jatuh ke Portugis, penguasa Malaka.
Dengan demikian, pada tahun 1512 dan 1521, Sri Baduga mengutus putra
mahkota Surawisesa ke Malaka untuk meminta Portugis menandatangani
perjanjian dagang, terutama Lada, serta memberi hak membangun benteng di
Sunda Kelapa.
Pada tahun 1522,
pihak Portugis siap membentuk koalisi dengan Sunda untuk memperoleh
akses perdagangan lada yang menguntungkan. Tahun tersebut bertepatan
dengan diselesaikan penjelajahan dunia oleh Magellhan. Komandan benteng
Portugis di Malaka pada saat itu adalah Jorge de Albuquerque. Tahun itu
pula dia mengirim sebuah kapal, São Sebastião, di bawah komandan Kapten
Enrique Leme, ke Sunda Kalapa disertai dengan barang-barang berharga
untuk dipersembahkan kepada raja Sunda. Dua sumber tertulis
menggambarkan akhir dari perjanjian tersebut secara terperinci. Yang
pertama adalah dokumen asli Portugis yang berasal dari tahun 1522 yang
berisi naskah perjanjian dan tandatangan para saksi, dan yang kedua
adalah laporan kejadian yang disampaikan oleh Joao de Barros dalam
bukunya Da Asia yang dicetak tidak lama sebelum tahun 1777/78.
Menurut
sumber-sumber sejarah ini, raja Sunda menyambut hangat kedatangan orang
Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik tahta menggantikan
ayahandanya dan Barros memanggilnya "raja Samio". Raja Sunda sepakat
dengan perjanjian persahabatan dengan raja Portugal dan memutuskan untuk
memberikan tanah di mulut Ciliwung sebagai tempat berlabuh kapal-kapal
Portugis. Selain itu, raja Sunda berjanji jika pembangunan benteng sudah
dimulai maka beliau akan menyumbangkan seribu karung lada kepada
Portugis. Dokumen kontrak tersebut dibuat rangkap dua, satu salinan
untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal; keduanya
ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 1522.
Pada
dokumen perjanjian, saksi dari Kerajaan Sunda adalah Padam Tumungo,
Samgydepaty, e outre Benegar e easy o xabandar, maksudnya adalah "Yang
Dipertuan Tumenggung, Sang Adipati, Bendahara dan Syahbandar Sunda
Kelapa". Saksi dari pihak Portugis, seperti dilaporkan sejarawan Porto
bernama João de Barros, ada delapan orang. Saksi dari Kerajaan Sunda
tidak menandatangani dokumen, mereka melegalisasinya dengan adat
istiadat melalui "selamatan". Sekarang, satu salinan perjanjian ini
tersimpan di Museum Nasional Republik Indonesia Jakarta.
Pada
hari penandatangan perjanjian tersebut, beberapa bangsawan Kerajaan
Sunda bersama Enrique Leme dan rombongannya pergi ke tanah yang akan
menjadi tempat benteng pertahanan di mulut Ci Liwung. Mereka mendirikan
prasasti, yang disebut Luso Sundanese padrao atau Prasasti Perjanjian
Sunda-Portugal, di daerah yang sekarang menjadi Kelurahan Tugu di
Jakarta Utara. Adalah merupakan kebiasaan bangsa Portugis untuk
mendirikan padrao saat mereka menemukan tanah baru. Padrao tersebut
sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Portugis
gagal untuk memenuhi janjinya untuk kembali ke Sunda Kalapa pada tahun
berikutnya untuk membangun benteng dikarenakan adanya masalah di
Goa/India. Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara Kesultanan
Demak dibawah pimpinan Fatahillah ke Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan
berhasil mengusir orang Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni
1527. Tanggal ini di kemudian hari dijadikan hari berdirinya Jakarta.
Gagal
menguasai pulau Jawa, bangsa Portugis mengalihkan perhatian ke arah
timur yaitu ke Maluku. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada
itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara, akhirnya tiba
juga di Ternate. Melalui penaklukan militer dan persekutuan dengan para
pemimpin lokal, bangsa Portugis mendirikan pelabuhan dagang, benteng,
dan misi-misi di Indonesia bagian timur termasuk pulau-pulau Ternate,
Ambon dan Solor.
Portugis
memantapkan kedudukannya di Maluku dan sempat meluaskan pendudukannya ke
Timor. Dengan semboyan "gospel, glory, and gold" mereka juga sempat
menyebarkan agama Katolik, terutama di Maluku. Namun demikian, minat
kegiatan misionaris bangsa Portugis terjadi pada pertengahan abad ke-16,
setelah usaha penaklukan militer di kepulauan ini berhenti dan minat
mereka beralih kepada Jepang, Makau dan Cina serta gula diBrazil.
Kehadiran
Portugis di Indonesia terbatas pada Solor, Flores dan Timor Portugis
setelah mereka mengalami kekalahan dalam tahun 1575 di Ternate, dan
setelah penaklukan Belanda atas Ambon, Maluku Utara dan Banda. Waktu
itu, Nusantara hanyalah merupakan salah satu mata rantai saja dalam
dunia perdagangan milik Portugis yang menguasai separuh dunia ini
(separuh lagi milik Spanyol) sejak dunia ini dibagi dua dalam Perjanjian
Tordesillas tahun 1493. Portugis menguasai wilayah yang bukan Kristen
dari 100 mil di sebelah barat Semenanjung Verde, terus ke timur melalui
Goa di India, hingga kepulauan rempah-rempah Maluku. Sisanya (kecuali
Eropa) dikuasai Spanyol.
Pengaruh
Portugis terhadap budaya Indonesia relatif kecil. Sejumlah nama marga
Portugis pada masyarakat keturunan Portugis di Tugu Jakarta Utara, musik
keroncong, dan nama keluarga di Indonesia bagian timur seperti da
Costa, Dias, de Fretes, Gonsalves, Queljo, dll. Dalam bahasa Indonesia
juga terdapat sejumlah kata pinjaman dari Bahasa Portugis, seperti
sinyo, nona, kemeja, jendela, sabun, keju, dll.
b. Kolonialisasi Belanda
Sejak
dasawarsa terakhir abad ke-16, para pelaut Belanda berhasil menemukan
jalan dagang ke Asia yang dirahasiakan Portugis sejak awal abad ke-16.
Pada 1595, sebuah perusahaan dagang Belanda yang bernama Compagnie van
Verre membiayai sebuah ekspedisi dagang ke Nusantara. Ekpedisi yang
dipimpin oleh Cornelis de Houtman ini membawa empat buah kapal. Setelah
menempuh perjalanan selama empat belas bulan, pada 22 Juni 1596, mereka
berhasil mendarat di Pelabuhan Banten. Inilah titik awal kedatangan
Belanda di Nusantara.
Kunjungan
pertama tidak berhasil karena sikap arogan Cornelis de Houtman. Pada 1
Mei 1598, Perseroan Amsterdam mengirim kembali rombongan perdagangannya
ke Nusantara di bawah pimpinan Jacob van Neck, van Heemskerck, dan van
Waerwijck. Dengan belajar dari kesalahan Cornelis de Houtman, mereka
berhasil mengambil simpati penguasa Banten sehingga para pedagang
Belanda ini diperbolehkan berdagang di Pelabuhan Banten. Ketiga kapal
kembali ke negerinya dengan muatan penuh. Sementara itu, kapal lainnya
meneruskan perjalanannya sampai ke Maluku untuk mencari cengkih dan
pala.
Dengan semakin ramainya
perdagangan di perairan Nusantara, persaingan dan konflik pun meningkat.
Baik di antara sesama pedagang Belanda maupun dengan pedagang asing
lainnya seperti Portugis dan Inggris. Untuk mengatasi persaingan yang
tidak sehat ini, pada 1602 di Amsterdam dibentuklah suatu wadah yang
merupakan perserikatan dari berbagai perusahaan dagang yang tersebar di
enam kota di Belanda. Wadah itu diberi nama Verenigde Oost-Indische
Compagnie (Serikat Perusahaan Hindia Timur) disingkat VOC.
Disebut
Hindia Timur karena ada pula VOC yang merupakan perserikatan dagang
Hindia Barat yang bergerak di kawasan India dan sekitarnya. Perusahaan
ini dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian
saham. Tujuan utama VOC adalah mempertahankan Monopoli terhadap
Perdagangan di Nusantara.
VOC
terdiri 6 Bagian Kamers di Amsterdam, Middelburg untuk Zeeland,
Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul
sebagai Heeren XVII (Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam
tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi
Amsterdam berjumlah delapan.
Meskipun
sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang
ini menjadi kuat karena didukung oleh negara dan diberi
fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Pemerintah Kerajaan Belanda
(dalam hal ini Staaten General), memberi "izin dagang" (octrooi) pada
VOC. Misalnya, VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan
negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara. VOC
boleh menjalankan perang dan diplomasi di Asia, bahkan merebut
wilayah-wilayah yang dianggap strategis bagi perdagangannya. VOC juga
boleh memiliki angkatan perang sendiri dan mata uang sendiri. Dikatakan
juga bahwa octrooi itu selalu bisa diperpanjang setiap 21 tahun. Sejak
itu hanya armada-armada dagang VOC yang boleh berdagang di Asia
(monopoli perdagangan).
Jadi,
pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda (sekarang Indonesia) tidak
dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan
dagang bernama VOC yang telah diberikan hak monopoli terhadap
perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah ini oleh Parlemen Belanda
sejak tahun1602. Sejak 1619, markas VOC ada di Batavia (istilah mereka
menyebut Betawi), yang sebelumnya bernama Jaya Karta (Jakarta).
Dengan
kekuasaan yang besar, VOC akhirnya menjadi "negara dalam negara" dan
dengan itu pula mulai dari masa Jan Pieterszoon Coen (1619-1623,
1627-1629) sampai masa Cornelis Speelman (1681-1684) menjadi Gubernur
Jenderal VOC, kota-kota dagang di Nusantara yang menjadi pusat
perdagangan rempah-rempah berhasil dikuasai. Ambon dikuasai tahun 1630.
Beberapa kota pelabuhan di Pulau Jawa baru diserahkan Mataram kepada VOC
antara tahun 1677-1705. Sementara di daerah pedalaman, raja-raja dan
para bupati masih tetap berkuasa penuh. Peranan mereka hanya sebatas
menjadi "tusschen personen" (perantara) penguasa VOC dan rakyat.
Upaya
tersebut dilakukan melalui penggunaan ancaman kekerasan terhadap
penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap
orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk
tersebut. Contohnya, ketika penduduk kepulauan Banda terus menjual Pala
kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi
hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut
dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan
pala. Mataram di era Sultan Agung pernah menyerang VOC di Batavia tahun
1628 dan 1629 tetapi gagal.
Sejak
itulah, secara mudah,Belanda perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah
yang kini bernama Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara
kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. VOC juga
terlibat dalam politik internal Jawa, dan bertempur yang tidak
terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga
1975 (ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor
Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 300 tahun (bukan 350
tahun karena ada masa Indonesia dijajah Portugis, Britania/Inggris,
Prancis dan Jepang, yaitu suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari
Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania Belanda dan
masa penjajahan Jepang pada masa PD II). Waktu 350 tahun yang diklaim
penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena
wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati
kebangkrutannya.Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau
Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap
perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda. Sewaktu menjajah Indonesia,
Belanda mengembangkan Hindia Belanda menjadi salah satu kekuasaan
kolonial terkaya di dunia.
Pada
awal abad 19, terjadi perubahan politik di Belanda dimana Raja Louis
diturunkan oleh kakaknya yang juga Raja Preancis, Napoleon Bonaparte III
karena membuka Bandar lautnya untuk berdagang netral sehingga Inggris
bisa masuk (pada waktu itu, status Belanda hanyalah salah satu profinsi
Negara Perancis). Padahal Perancis sedang menggalang kekuatan bangsa
Eropa daratan untuk menutup akses Inggris. Pada awal tahun 1808,
Perancis mengirim Herman Willem Daendels ke Banten. Bendera Perancis
segera dikibarkan di beberapa loji dagang milik VOC. Hal ini mengawali
sejarah kolonialisme Perancis di tanah Jawa yang hanya berlangsung
selama tujuh bulan saja.
Situasi
politik di Eropa menempatkan Inggris (Britania) sebagai pemenang, maka
Jawa berpindah dari Perancis ke wilayah kekuasaan Inggris yang hanya
lima tahun. Pada masa itulah, tampil Sir Thomas Rafles menjadi Gub Jen
(Gubernur Jenderal) yang baru dan menemukan Candi Borobudur yang sempat
hilang karena lava gunung merapi. Pemugarannya sangat lama, sejak masa
jajahan Inggris sampai Indonesia merdeka (dengan dibantu UNESCO). Rafles
mendirikan Kebun Raya Bogor (KRB) pada tahun 1810-an setelah istrinya
meningal dan dimakamkan di KRB. Setelah itu Sir Thomas Rafles menulis
buku yang berjudul "History of Java".
Di
sisi lain, pada tahun 1816, Pemerintah Belanda kini telah mengambil
alih kepemilikan VOC dan berhasil mengambil kembali Nusantara. Pada
tahun 1824 Inggris dan Belanda saling mengakui daerah koloni mereka
masing-masing. Inggris mengakui penguasaan Belanda atas Jawa, Sumatera
dan wilayah Hindia lainnya, sementara itu Belanda mengakui India dan
Malaya sebagai wilayah yang berada di bawah penguasaan Inggris.
Selama satu abad ini, Hindia
Belanda berusaha melakukan konsolidasi kekuasaannya dari Sabang sampai
Merauke. Namun, tentu saja tidak mudah. Berbagai perang melawan
kolonialisme muncul seperti Perang Padri (1821-1837), Perang Diponegoro
(1825-1830), Perang Aceh (1873-1907), Perang di Jambi (1833-1907),
Perang di Lampung (1834-1856), Perang di Lombok (1843-1894), Perang
Puputan di Bali (1846-1908), Perang di Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Tengah (1852-1908), Perlawanan di Sumatra Utara (1872-1904), Perang di
Tanah Batak (1878-1907), dan Perang Aceh (1873-1912). Pemerintah Belanda
juga membagi penduduk menjadi tiga tingkat, yaitu : Warga negara kelas
satu (orang Eropa), kelas dua berisi warga etnis Asia Timur (Arab dan
Cina) dan paling bawah adalah kaum pribumi atau inlannder.
Setelah
tahun 1830, system Tanam Paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel
dalam Bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk
dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar
dunia pada saat itu, seperti Teh, Kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian
diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada
para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem
tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang
lebih bebas setelah 1870.
Pada
1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut kebijakan Beretiaka
(bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih
besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan
politik. Di bawah gubernur-jendral Johannes Benedictus Van Heutsz
pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara
langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi
bagi negara Indonesia saat ini.
c. Munculnya gerakan nasionalisme pribumi
Seiring
dengan adanya politik etik Belanda, mulai muncul pula semangat gerakan
nasionalisme yang disuarakan kaum pribumi guna memperbaiki nasib
bangsanya. Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Sarikat Dagang
Indonesia dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan
nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah
Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin
nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional
muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda.
Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk
Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
Pada
Mei 1940, awal PD II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda
mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang
ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan
untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan
Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di
bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk
mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang
terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pada
Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye
publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban
terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohamad Hatta, dan para
Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman
dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di
mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal
di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami
Siksaan, terlibat perbudakan seks pada PD II, penahanan sembarang dan
hukuman mati, dan Kejahatan Perang lainnya. Orang Belanda dan campuran
Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada
Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei,
Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme
perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru
tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak dan Sabah, Malaya Portugis
Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada
9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan
ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa
pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan
kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
Masa Pra Kemerdekaan
Masuknya
penjajah asing di Indonesia pada tahun 1596 merupakan awal tertanamnya
pengaruh barat di Indonesia. Berdirinya VOC tahun 1602 merupakan awal
dari jatuhnya Indonesia ke tangan Belanda secara ekonomis maupun
politis. Pada era penjajah ini Negara-Negara kapitalis Barat menanamkan
pengaruhnya sekaligus mengendalikan masyarakat Hindia-Belanda sebagai
cikal bakal Negara-Bangsa Indonesia. Pada akhir abad ke-19 terjadi
perubahan yang berarti pada kehidupan masyarakat Hindia-Belanda sebagai
dampak dari adanya perubahan yang mendasar di kalangan Negara-Bangsa
Barat di Eropa. Periode ini disebut dengan Era”Nation State”.
a. Era kebangkitan Natin-State
Pada
tahun 1890-an seorang pemikir Prancis “Ernest Renan” ia menuangkan
konsep Konsep ini memberikan perubahan yang cukup besar yang kemudian
memunculkan dari kajiannya di bidang politik ke dalam bukunya yang
berjudul What is a Natin? berdirinya Negara-Bangsa di Eropa. Perubahan
ini berdampak pada Kepda Negara-Negara jajahan seperti Hindia-Belanda.
Bersamaan
dengan munculnya Negara-Bangsa di Eropa pemerintah Kolonial Belanda
memberlakukan politik etis di Hindia-Belanda. Salah satu pengaruh dari
munculnya perubahan di Eropa yaitu pada kebijakan kebijakan Kolonial
Balanda dalam Politik Etis. Kebijakan ini bermula dari usulan dari
anggota parlemen Negara Belanda yang bernama C. Th. Van Deveventer. Pada
tahun 1899 Vandeventer menulis buku”utang budi” yang mengemukakan,
bangsa Belanda berutang kepada Hindia-Belanda oleh keuntungan yang
diperoleh selama dasawarsa yang lalu. Atas dasar ini, pidato Ratu
Wilhelmina pada tahun 1901 mengumandangkan bemulanya zaman baru dalam
politik kolonial lazim disebut Politik Etis.
Dampak
paling nyata diberlakukannya Politik Etis adalah terbukanya pendidikan
modern ala Barat bagi kaum pribumi. Mulanya kesempatan ini diisi
kaumpriyayi, namun dengan adanya kebutuhan birokrasi yang makin
meningkat banyak juga anak-anak priyayi rendah dan anak orang biasa yang
masuk dalampendidikan tersebut. Akibat dari kondisi yang demikian
adalah perubahan struktur sosial masyarakat Hindia-Belanda.
Struktur
Hindia-Belanda (khususnya Jawa) yang dulunya hanya dari golongan
priyayi kraton dan rakyat jelata, kini bergeser karena ada kelompok
profesional baru yaitu para birokrat yang secara sosial mendapat sebutan
priyayi. Pada awalnya golongan priyayi keraton menempati posisi yang
tinggi di masyarakat. Dengan masuknya kolonial posisi ini jadi tergeser.
Untuk mempertahankan posisinya di hadapan masyarakat jawa tidak
segan-segan menjadi alat kolonial Belanda. Pertarunga ini terlihat jelas
dalam organisasi BO (Budi Utomo) yang berdiri tahun1908. disini terjadi
pertarungan yang tajam antara kaum priyayi konservatif yang ingin
mempertahankan posisinya dengan golongan priyayi muda yang lebih
berorientasi Barat yang lebih modern, liberal dan terbuka. Dengan
gagasan yang cemerlang priyayi muda ini mampu menyingkirkannya dalam
tubuh BO. Kelompok muda yang dipimpin oleh dr, Sutomo, dr. Gunawan
Mangun Kusumo, dr, Rajiman berhasil mengkomunikasikan pemikiran barat
mengenai nasionalisme.
Karena
pengaruh pemikiran barat yang dibawa kaum muda yang berhasil mengenyam
pendidikan modern ala Barat dan didukung oleh perubahan yang terjadi di
Eropa tentang Negara-Bangsa, akhirnya semangat Nasionalisme berhasil
mempengaruhi wacana Hindia-Belanda. Akibat lebih lanjut dari suasana
politik internasional yang demikian, munculah organisasi-organisasi
kepemudaan dan kemasyarakatan. Namun karena keterbatasan jangkauan dan
interaksi semangat nasionalisme ini hanya bersifat etnis dan lokal
seperti Jong Jawa, Jong Sumatra, Jong Celebes, Jong Islament Bond, SI
dan sejenisnya.
Menjelang Perang
Dunia I, tahun 1917, di Rusia terjadi revolusi Bolshevik. Revolusi yang
dimotori oleh Lenin ini berhasil memunculkan idelogi komunisme yang
kemudian berkembang dengan berbagai varian di belahan dunia termasuk di
Indonesia. Revolusi ini menjadi embrio terbentuknya Negara-negara
komunis yang akhirnya bergabung dengan blok fakta warsama. Revolusi ini
juga yang menjadi inspirasi bangkitnya gerakan komunis di Indonesia yang
melakukan pemberontakan tahun1926.
b. Dampak Perang Dunia I
Ketegangan
yang terjadi di Negara-negara Barat memuncak dengan meletusnya perang
Dunia I pada tahun 1918. Beberapa Negara Eropa diantaranya Jerman,
Prancis, Inggris, Rusia terlibat peperangan. Kejadian seperti ini
berpengaruh pada Negara-negara jajahan di Asia. Seperti India, Turki,
Jepang, termasuk Hindia Belanda hingga melahirkan gelombang revolusi
Asia. Pertempuran tentara Inggris di India Menjadi ilham bagi bangsa
Indonesia untuk memeperkokoh semangat nasionalisme dalam suatu jalinan
yang utuh yang kemudian bangsa Indonesia mampu mengkonstruksi faham
kebangsaannya secara utuh dan terpadu melalui Sumpah Pemuda tahun 1928
yang kemudian melahirkan wacana Negara-Bangsa Indonesia. Dengan kata
lain kondisi politik pasca Perang Dunia I telah memberikan sumbangan
yang cukup besar bagi bangsa Indonesia mengenai konsep Negara-Bangsa
mengenai kesadaran Nasionalisme.
c. Era Konsolidasi Kapitalisme
Setelah
PD I banyak Negara-negara kapitalis-imperialis mengalami kebangkrutan
akibat biaya perang yang cukup tinggi, dampak dari momentum ini yaitu
terjadinya resesi ekonomi (malase) pada awal tahun 1930-an. Untuk
mengembalikan kondisi seperti ini Negara-negara tersebut mulai melakukan
konsolidasi. Sejak itu Negara imperialis mulai terlihat, yaitu
Imperialis-Komunis (sovyet), Imperialis-Kapitalis (AS dan Inggris),
Imperialis (Jerman) dan Imperialis-Totaliter (Jepang). Di bidang ekonomi
dilakukan restrukturisasi pada sektor moneter maupun sektor riil.
Di
bidang sosial, mulai dilakukan proses rekayasa sosial (social
enginering) melalui penyusunan beberapa konsep dan teori sosial. Salah
satu teori yang sangat terkenal yang hendak diuji cobakan di
Negara-negara jajahan adalah teori strukturalis fungsionalis dari
sosiolog Amerika Talcott parsons.
Dalam
masa konsolidasi ini, mulai terjadi polarisasi Negara-negara
imperialis. Negara-negara imperialis-kapitalis dan imperialis komunis
bergabung menjadi satu membentuk blok Sekutu/Allies (AS, Inggris,
Unisovyet dll), imperialis-totaliter membentuk satu blok yang disebut
blok Axis (Jerman, Jepang, Italia dan Spanyol).
Selama
ini bangsa Indonesia juga melakukan konsolidasi kebangsaan. Di kalangan
bangsa Indonesia, pada saat ini siudah terbentuk suatu imajinasi
kolektif mengenai Negara Indonesia yang merdeka, namun mereka belum bisa
mencari jalan untuk memproklamirkan kemerdekaan. Gerakan-gerakan
organisatoris yang bersifat politis mulai dilakukan oleh para tokoh
Indonesia. Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan malaka dan rekan-rekan
seperjuangannya mulai membentuk konsep-konsep kebangsaan modern. Naun
hegemoni Negara imperialis masih sulit bagi mereka untuk merebut dan
menyatakan kemerdekaan.
Sementara
konflik antar berbagai Negara Imperialis makin menajam hingga akhirnya
mencapai puncak pada peristiwa PD II tahun 1939. sepanjang PD II
Indonesia menjadi perebutan dari masing-masing pihak yang sedang
bertempur untuk dijadikan pangkalan dalam mempertahankan kepentingan
geo-politik dan geo-strategi masing-masing pihak.
Hal
ini terlihat pada peperangan AS dengan Jepang dalam memperebutkan pulau
sabang sebagai pelabuhan alam yang strategis untuk superioritas dan
dominasi wilayah lautan Hindia, serta perebutan sengit untuk menguasai
daerah Morotai sebagai pangkalan udara yang strategis untuk mendominasi
wilayah lautan Pasifik.
Dalam
suasana peperangan di Asia Pasifik inilah, seorang tokoh Indonesia yang
bernama Sukarno dan kawan-kawan berhasil memanfaatkan situasi dan
“mencuri moment” hingga singkatnya melahirkan proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Dengan hal ini Sukarno dan kawan-kawan mampu memanfaatkan
moment yaitu dengan bermain mata dengan Jepang yang mengalami kekalahan
dari blok sekutu.
Sabagaimana
tradisi yang berkembang di kalangan Negara-negara penjajah yang sedang
terlibat dalam peperangan, mereka yang kalah harus menyerahkan Negara
jajahan yang dikuasainya, seperti Filipina yang harus beralih ke tangan
Amerika ketika Negara yang menjajah ”spanyol” dikalahkan oleh Amerika.
Demikian juga Indonesia meskinya ia di tangan Amerika dan Inggris,
ketika Jepang berhasil merebut Indonesia dari tangan Belanda dikalahkan
oleh AS. Namun berkat kelicikan Jepang dan kemahiran Politik Sukarno dan
kawan-kawan, akhirnya lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) pada tahun 1945.
Setelah
hal ini terjadi, sebagai upaya untuk menguasai kembali Negara Indonesia
yang telah merdeka, tentara sekutu yang dimotori oleh Amerika dan
Inggris di bawah pimpinan Jendral Mallaby datang membonceng tentara
Balanda ke Indonesia. Kedatangan itu dengan dalih melucuti senjata
Jepang yang telah kalah perang. Kedatangan tantara sekutu ini dihadapi
oleh tantara Islam dengan mati-matian. Karena tentara tidak merespon
kedatangan sekutu secara serius, maka para Ulama NU pada tanggal 21
Oktober 1945 mengeluarkan Resolusi jihad yang berisi seruan perang suci
bagi kaum muslimin untuk mengangkat senjata guna mempertahankan NKRI
dari serangan sekutu. Seruan ini menggema di seluruh pulau jawa hingga
mengorbankan semangat pahlawan seluruh kaum muslimin yang berjuang pada
terjadinya 10 November 1945 yang dikenal sebagai hari Pahlawan.
B. Situasi Luar Di Masa Awal Kemerdekaan
Setelah
PD II terjadi hubungan yang mendasar antar Negara baik dari segi
sosial, politik dan ekonomi, banyak Negara yang menuntut kenerdekaan
baik dengan berjuang secsrs fisik maupun diplomatik. Menghadapi hal ini,
Negara- Negara kapitalis segera melakukan konsolidasi, mereka
menginginkan agar mereka tidak kehilangan pengaruh di Negara-negara
jajahan, pada bulan juli 1944 negara-negara kapitalis-imperialis
mengadakan pertemuan Bretton Woods untuk merumuskan strategi
untukmenghadapi Negara-negara baru dan akan berkembang.
Hasil
pertemuan itu diantaranya di bidang ekonomi; pertama mendirikan World
Bank, dan IBRD yang beroperasi tahun1946. lembaga ini berfungsi memberi
pinjaman kepada Negara-negara yang baru merdeka atau hancur akibat PD II
duntuk pembangunan dengan persyaratan model tertentu. Kedua mendirikan
IMF yang beroperasi 1947 untuk memberikan pinjaman dalam neraca
pembayaran luar negeri dan memasukkan disiplin financial tertentu;
ketiga mendirikan GATT beroperasi 1947, berfungsi memajukan dan mengatur
perdagangan dunia agar sesuai dengan kepentingan kapitalis.
Di
bidang politik Negara-negara kapitalis-imperialis memotori berdirinya
PBB tahun 1945. di samping itu disepakati pula deklarastion human
Rights, suatu deklarasi yang memberikan perlindungan tentang hak-hak
asasi manusia. Di sisi lain blok Negara-negara komunis membentuk pula
fakta kerja sama ekonomi di bawah payung yang diberi nama COMECON.
Keputusan-keputusan tersebut memberikan pengaruh yang cukup besar bagi
berakhirnya penjajahan fisik.
Namun
demikian bukan berarti pengaruh Negara-negara imperialis kapitalis
maupun imperialis- komunis berakhir di Negara-negara jajahan. Dengan
berbagai kekuatan kedua blok tersebut terus menebar pengaruhnya di
Negara yang baru merdeka. Lembaga-lembaga yang baru saja terbentuk itu
di samping sebagai pengendali Negara-negara terjajah yang baru merdeka
juga sebagai alat ”pencuci tangan” dari Negara bekas jajahannya.
STUDI GENDER
Sejarah
perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki-laki
dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang, oleh karena
itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan banyak hal.
Yaitu dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara
sosial dan kulturan melalui ajaran agama maupun Negara. Mengapa jenis
kelamin dapat menyebabkan perbedaan-perbedaan gender?
Konsep
penting yang harus dipahami dalam rangka membahas masalah kaum
perempuan adalah membedakan antara konsep sex (jenis kelamin) dan konsep
gender (konstruksi sosial). Pemahaman terhadap perbedaan antara konsep
sex dan gender sangat diperlukan untuk melakukan analisis dan memahami
persoalan-persoalan mengenai ketidakadilan sosial yang menimpa kaum
perempuan. Hal ini disebabkan karena adanya kaitan antara perbedaan
gender (gender difference) dan ketidak adilan gender (gender
inequlities) dengan struktur keadilan masyarakat secara lebih luas.
Perbedaan
anatomi biologis antara laki-laki dan perempuan cukup jelas akan tetapi
efek yang timbul akibat perbedaan jenis kelamin inilah meimbulkan
perdebatan, karena ternyata perbedaan jenis kelamin secara biologis
(sex) melahirkan seperangkat konsep budaya. Interpretasi budaya terhadap
jenis kelamin inilah yang disebut gender. Sesungguhnya atribut dan
beban gender tidak mesti ditentukan oleh atribut biologis. Jadi dapat
dibedakan antara pemilikan laki-lakidan perempuan sebagai peristiwa
sosial budaya dan pemilikan laki-lakidan perempuan sebagai peristiwa
biologis. Yang pertama bisa disebut alat kelamin biologi. (phisikal
genital) dan yang kedua dapat disebut alat kelamin budaya (cultural
genital). Secara biologis memang alat kelamin adalah konstruksi biologis
karena bagian anatomi seseorang yang tidak terkait dengan keadaan
sosial budaya masyarakat (gender less). Akan tetapi secara budaya alat
jenis kelamin menjadi faktor paling penting dalam melegitimasikan
atribut gender seseorang. Begitu atribut jenis kelamin kelihatan, maka
pada saat itu konstruksi budaya mulai terbentuk. Atribut ini juga
senantiasa digunakan untuk menentukan hubungan relasi gender, seperti
pembagian fungsi, peran dan status dalam masyarakat.
ANTROPOLOGI KAMPUS
Universitas adalah tempat untuk memahirkan diri kita,
bukan saja di lapangan technical and managerial know how,
tetapi juga di lapangan mental, di lapangan cita-cita,
di lapangan ideologi, di lapangan pikiran.
Jangan sekali-kali universitas menjadi tempat perpecahan.
***
(Soekarno, Kuliah umum di Universitas Pajajaran, Bandung, 1958).
A. Abstraksi
Kampus
boleh dikatakan miniatur negara. Di dalamnya ada politik dan budaya
yang bermacam-macam. Kampus tidak dapat difahami hanya sebagai
gelanggang akademis dan ilmu pengetahuan, karena nyatanya memang tidak
demikian. Kampus terlibat dalam proyek dan pembangunan melalui pemberian
legitimasi ‘ilmiah’. Terlebih ketika kampus-kampus negeri mulai
berstatus BHMN.
Sementara
mahasiswa memiliki tipologi yang beragam, dari mahasiswa religius,
hedonis, aktivis, study-oriented dan lain sebagainya. Sebagai sebuah
gelanggang semi terbuka, kampus merupakan tempat potensial bagi kader
PMII untuk mengasah mental dan pengalaman kepemimpinan melalui
pengenalan mendalam terhadap kehidupan nyata kampus.
B. Kampus dan Norma Kampus
1. Pengertian Kampus
Kampus,
berasal dari bahasa Latin; campus yang berarti “lapangan luas”,
“tegal”. Dalam pengertian modern, kampus berarti, sebuah kompleks atau
daerah tertutup yang merupakan kumpulan gedung-gedung universitas atau
perguruan tinggi. Kampus merupakan tempat belajar-mengajar
berlangsungnya misi dan fungsi perguruan tinggi. Dalam rangka menjaga
kelancaran fungsi-fungsi tersebut, Ubaya sebagai lembaga pendidikan
tinggi yang mengembangkan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan,
Penelitian, dan Pengabdian Kepada Masyarakat), memerlukan penyatuan
waktu kegiatan beserta ketentuan-ketentuan di dalam kampus.
Dalam
hubungannya dengan mahasiswa, rektorat membentuk sistem yang mengatur
posisinya dengan mahasiswa, dari mulai stuktural, birokrasi sampai
kepada norma-norma yang diciptakan sesuai dengan kondisi sosial yang
ada, misalnya pada kampus berlatar Islam tentunya ada adat-adat yang
harus bernafaskan Islam, dsb. Dan, begitu pula halnya pada hubungan
antara mahasiswa dengan mahasiswa.
2. Norma Akademik (Etika Kampus)
Norma
akademik adalah ketentuan, peraturan dan tata nilai yang harus ditaati
oleh seluruh mahasiswa Ubaya berkaitan dengan aktivitas akademik. Adapun
tujuan norma akademik adalah agar para mahasiswa mempunyai gambaran
yang jelas tentang hal-hal yang perlu dan/seharusnya dilakukan dalam
menghadapi kemungkinan timbulnya permasalahan baik masalah-masalah
akademik maupun masalah-masalah non akademik.
Masalah
akademik adalah masalah yang berkaitan langsung dengan kegiatan
kurikuler, Masalah non akademik adalah masalah yang terkait dengan
kegiatan non kurikuler. Sedangkan Pelanggaran adalah perilaku atau
perbuatan, ucapan, tulisan yang bertentangan dengan norma dan etika
kampus. Etika kampus adalah ketentuan atau peraturan yang mengatur
perilaku/atau tata krama yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa Ubaya.
Etika kampus meliputi 2 hal penting yaitu ketertiban dan tata karma.
Setiap
lembaga pendidikan atau kampus biasanya mempunyai menentukan norma
akademik (etika kampus) masing-masing sesuai dengan status kampusnya,
misalnya, kampus negeri umum yang menginduk ke Dirjen Dikti Diknas RI,
di samping terikat oleh aturan yang dibuat oleh Dirjen Dikti tersebut.
Demikian juga kampus yang dalam koordinasi Dirjen Dikti Agama Islam
Depag seperti kampus UIN, IAIN dan STAIN, juga mengikuti aturan
ketentuan norma akademik yang dibuat oleh Depag. Sama halnya dengan
kampus swasta milik NU seperti UWH atau STAINU yang berada dalam
koordinasi APTINU (Asosiasi Perguruan Tinggi NU) juga mengikuti aturan
norma akademik diatur oleh APTINU, di samping juga mengikuti aturan
Dirjen Dikti dan aturan internal kampus yang biasanya disusun oleh
pimpinan kampus.
Dalam
kehidupan perkuliahan, mahasiswa cenderung memiliki sikap aktualisasi
dan apresiatif. Yakni sikap atau tindakan unjuk kemampuan dan kehebatan
sesuai bakat serta karakter pribadinya masing-masing. Hal ini merupakan
sisi positif yang dimiliki oleh seorang mahasiswa. Sehingga diperlukan
adanya sebuah sarana dan prasarana dalam menyalurkan bakat dan
kreatifitas mereka dan nantinya diharapkan menjadi suatu hal yang
produktif dalam meningkatkan pembangunan dan pendidikan negeri ini.
Aktualisasi ini bisa berupa bidang olahraga dan seni, kepemimpinan,
religi, hingga dana usaha yang mendukung perekonomian kampus menuju
kampus yang mandiri. Sumber daya ini begitu sia-sia ketika pihak
birokrat kampus tidak memanfaatkannya dengan baik, bahkan melakukan
tindakan ‘pembunuhan karakter’ kepada mahasiswa. Padahal SDM seperti
inilah yang nantinya mampu melakukan akselerasi pembangunan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Paling tidak, negara secara tidak
langsung diuntungkan dengan berbagai macam potensi anak-anak bangsa
yang artinya kaya dengan SDM.
C. Tipologi Mahasiswa
Ada
kampus pasti ada civitas akademika, baik rektor, pembantu rektor,
dekan, dosen, pegawai, dan mahasiswa. Semua civitas akademika tersebut
satu sama lainnya saling terkait. Mahasiswa sebagai komponen utama
(karena jumlahnya lebih banyak ketimbang yang lainnya) sangat penting
duperhatikan bagi denyut nadi kampus. Mahasiswa datang dari berbagai
penjuru daerah tentu mempunyai latar belakang dan karakter yang
berbeda-beda.
Sebagai
mahasiswa, mayoritas anggota baru PMII perlu memahami berbagai jenis
tipologi mahasiswa, dan kira-kira ingin menampatkan dirinya dalam tipe
seperti apa. Kita meconba melakukan klasifikasi atas tipologi mahasiswa,
walau ini tidak bersifat paten karena setiap diri kita bisa membuat
tipologi sesuai dengan yang kita lihat dan rasakan. Anda sendiri bisa
memegang dua katagori atau tiga bahkan empat sekaligus dari tipologi
yang kitra susun ini. Bahkan mungkin masih membuka munculnya jenis
tipologi lainnya. Yang penting semoga Anda bisa berguna bagi diri Anda
sendiri dan bagi orang lain dalam lingkungan kehidupan keluarga,
organisasi dan masyarakat.
1. Mahasiswa Pemimpin
Tipikal
mahasiswa seperti ini selalu terlihat mencolok dan aktif dibandingkan
mahasiswa lainnya. Hidupnya di perkuliahan sangat bervariatif –diisi
dengan berbagai kegiatan, dan ia tidak hanya belajar dari kuliah semata,
namun juga belajar dari lingkungan. Ia akan aktifg di organisasi, baik
intra maupun ektra kampus. Biasanya –tapi tidak mengikat- tipe mahasiswa
seperti ini tidak memiliki keinginan yang besar untuk lulus terlalu
cepat, karena ia mencari pengalaman sebanyak-banyaknya untuk menjadi
pemimpin di masa depan. Cita-citanya, biasanya ingin menjadi pemimpin
perusahaan, lurah, bupati, DPR, menteri, bahkan presiden.
2. Mahasiswa Pemikir
Tipikal
mahasiswa jenis ini selalu berpikir dan terus berpikir. Hobinya membaca
buku, diskusi dan menulis. Terkadang orang jenis ini –karena terus
belajar- tanpa menghiraukan sekitarnya, agar bisa mendapatkan jawaban
atas apa yang dipikirkannya. Biasanya tipe mahasiswa seperti ini jika
telah lulus ingin jadi ilmuwan, peneliti, dosen atau akademisi.
3. Mahasiswa Study Oriented
Tipikal
mahasiswa jenis ini selalu rajin masuk kuliah dan melaksanakan
tugas-tugas akademik. Mahasiswa jenis ini tidak mau tahu dengan apa yang
terjadi di kampus. Pokoknya yang penting mendapatkan nilai bagus dan
cepat lulus.
4. Mahasiswa Hedonis
Tipe
mahasiswa seperti ini tiada banyak berpikir, tidak mau aktif di
organisasi. Ia selalu menjalani kehidupan dengan hedonis, glamour, dan
happy-happy. Kalau ke kampus sering memakai pakaian yang norak, memakai
mobil, dan nongkorong di mall, kafe, dan tempat hiburan lainnya.
5. Mahasiswa Agamis
Tipikal
mahasiswa seperti ini kemana-mana selalu membawa al-Qur’an, berpakaian
ala orang Arab, tampil (sok) islami, menjaga jarak terhadap lain jenis
yang tidak muhrim.
6. Mahasiswa K3 (Kampus, Kos dan Kampung)
Tipikal
mahasiswa seperti ini kesibukanya hanya K3, yaitu kampus, kos dan
kampung. Kalau tiba jam kuliah ya berangkat kuliah, kalau selesai pulang
kos, atau ada waktu cukup pulang kampung.
7. Mahasiswa Santai Semaunya Sendiri
Tipe
mahasiswa seperti ini tiada banyak berpikir, selalu menjalani kehidupan
apa adanya. Enjoy aja! Biasanya tipikal mahasiswa seperti ini aktif di
bidang seni dan olahraga. Dia tidak terlalu memikirkan kuliah, karena
yang penting dalam hidupnya adalah santai. Biasanya mahasiswa seperti
ini lama sekali lulusnya, karena nilainya juga santai.
8. Mahasiswa Mencari Cinta
Tipikal
mahasiswa seperti ini tiada terlalu memikirkan kuliah, tetapi yang
dipikirkannya adalah CINTA. Yang penting baginya adalah mendapatkan
pacar yang setia. Lulus kuliah cepet-cepet menikah.
9. Mahasiswa Jomblo Unsold
Tipe
mahasiswa seperti ini terkadang dianggap terlalu menyedihkan, karena
tiada laku-laku (unsold). Tapi terkadang mahasiswa memilih jomblo bukan
karena tidak laku, tetapi karena ia memang tidak ingin berpacaran demi
meraih cita-citanya di masa depan.
10. Mahasiswa Usil
Tipikal
mahasiswa seperti ini sangat senang apabila orang lain menderita.
Contohnya sebelum dosen masuk kelas, ia akan mengganti kursi dosen
dengan kursi yang rusak biar dosennya patah tulang, atau sebelum dosen
masuk, ia menulis kertas di pintu kelas bahwa perkuliahan di kelas hari
ini dibatalkan.
11. Mahasiswa Tak Jelas
Tipikal
mahasiswa seperti ini tak bisa dikategorikan, karena terkadang ia
seperti pemimpin, terkadang seniman, terkadang pemikir, terkadang
santai, terkadang pecinta, terkadang usil, dll. Terkadang aktif keliatan
terus, terkadang lenyap hilang entah ke mana.
12. Mahasiswa Anak Mami
Tipikal
mahasiswa seperti ini selalu pulang di akhir pekan, takut kalau mamanya
marah. Ia kuliah demi menyenangkan hati maminya. Kebanyakan tipikal
seperti ini tidak menikmati perkuliahannya, karena jurusan
perkuliahannya itu pilihan dari sang ibunda, bukan dari kehendak
hatinya. Kebanyakan tipe kuliah seperti ini putus di tengah jalan,
tetapi semoga kamu tidak!
13. Mahasiswa Apa Mahasiswi
Sudah
jelas sekali bahwa tipikal mahasiswa seperti ini memiliki dua
kepribadian, yang pertama wanita yang kedua pria. Orang-orang biasa
menyebutnya banci, tidak punya karakter yang jelas.
14. Mahasiswa Gadungan
Tipe
ini sebenarnya bukan mahasiswa, tetapi karena ingin terlihat seperti
mahasiswa, maka ia sering nongkrong-nongkrong di kampus orang. Biasanya
ia punya tujuan tertentu, seperti mencari seorang cewek idaman atau mau
memasang bom di kampus orang.
15. Mahasiswa Monitor
Mahasiswa
seperti ini selalu berhadapan dengan komputer, sampai-sampai mukanya
sudah berevolusi seperti monitor. Matanya sudah sebesar mouse, dan
rambutnya sudah tak terurus seperti kabel USB atau RJ-45. Biasanya
tipikal mahasiswa seperti ini hobi chatting dan mendapatkan kebutuhannya
dari internet. Tetapi mahasiswa seperti ini bagus juga, karena ia tak
bakal ketinggalan zaman deh.
16. Mahasiswa Abadi
Jelas,
mahasiswa jenis ini paling betah di kampus, yang di kuliahnya di atas
semester 10 tapi masih santai-santai dan belum mikir lulus.
D. UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) dan Nasib Rakyat
Sejak
disahkan PP No. 61 Tahun 1999 tentang Rencana BHMN Perguruan Tinggi
Negeri, lalu direalisasikan dengan PP BHMN kampus UI, ITB, IPB, UGM,
UPI, USU, dan UNAIR. Sebagian besar mahasiswa, praktisi, dan pengamat
pendidikan secara tegas sudah menolaknya. Kampus-kampus ini kemudian
mendapatkan bantuan dana dari lembaga donor seperti Islamic Development
Bank (IDB) untuk membangun kampus yang megah dengan fasilitas yang
diperlengkap dan dipercanggih. Banyak gedung baru berdiri megah yang
meliputi gedung-gedung kuliah, sport hall, asrama mahasiswa, pusat
informasi universitas, masjid, poliklinik, gedung pascasarjana, dan
bahkan ada yang membangun gedung pusat bisnis (business centre).
Pembangunan gedung-gedung dan fasilitas kuliah secara besar-besaran oleh
kampus-kampus itu disebut-sebut oleh para pejabat universitas sebagai
istilah modenisasi kampus. Sebagai kampus yang menginginkan good
governance, ketersediaan dan kelayakan fasilitas menjadi sebuah syarat
mutlak, ditambah fungsi profesionalisme pelayanan dan birokrasi, serta
akuntabilitas dan transparasi kebijakan.
Penolakan
kembali muncul ketika Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan
Hukum Pendidikan (UU BHP) disahkan. Penolakan itu adalah sikap dan bukti
kepedulian terhadap masyarakat miskin yang akan menjadi korban yang
kemudian semakin teralienasi dan termarjinalisasi oleh sistem. Sehingga,
UU BHP memicu kontroversi dari berbagai kalangan. Di satu sisi,
undang-undang ini dipandang dapat menjadi penaung spirit otonomi yang
selama ini diinginkan oleh dunia pendidikan, khususnya perguruan tinggi.
Namun di sisi lain, banyak pihak khawatir undang-undang ini justeru
akan mendorong terjadinya praktek komersialisasi dan liberalisasi
pendidikan tinggi.
Tanpa
bermaksud mencederai spirit otonomisasi dalam pengelolaan pendidikan
formal yang terkandung dalam UU BHP dan menisbikan kekhawatiran akan
timbulnya komersialisasi-liberatif di tubuh lembaga pendidikan khususnya
pendidikan tinggi. Benarkah spirit otonomisasi dalam UU BHP ini
dimaksudkan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional
berdasarkan UUD 1945 (sebagaimana dinyatakan dalam konsideran menimbang
huruf a) atau justeru mendelegitimasi (tidak mengakui) hak-hak
konstitutional warga negara terutama kalangan tidak mampu (disadvantaged
groups) dan terpinggirkan (marginalized groups) untuk mengenyam
pendidikan yang dijamin dalam UUD 1945?
Bahasa
lain dari UU BHP adalah liberalisasi pendidikan. Hal yang paling tampak
dari liberalisasi pendidikan adalah semakin terbukanya peluang bagi
peran-peran swasta terutama perusahan-perusahaan korporasi baik lokal
maupun asing untuk ikut mengelola pendidikan. Maka, tidak aneh kalau di
dalam kampus itu muncul banyak unit-unit usaha yang didanai oleh
perusahaan swasta, misalnya berdirinya mal di kampus atau unit usaha
lainnya yang sejenis, semakin banyaknya projek penelitian, pengadaan
teknologi internet, dan lain-lain yang sangat akrab dengan uang.
Selain
itu, liberalisasi pendidikan telah menyuguhkan watak glamor di dunia
kampus. Geliat pembangunan kampus bukanlah berangkat dari kebutuhan
untuk penyediaan akses dan peningkatan kualitas pendidikan seperti yang
diharuskan dalam konstitusi, tetapi lebih berorientasi pada tuntutan
neoliberal, yakni tuntutan bisnis. Bisnis itu membutuhkan kerelaan untuk
mengakomodasi budaya baru yang diciptakan neoliberalisme.
Gagasan
liberalisasi pendidikan lahir dari teori modernisasi yang telah
dipraktikkan di negara-negara bersistem kapitalis, di mana negara
mengakui bahwa negara berjalan linear dari tradisional menuju ke arah
modernisasi. Oleh beberapa pemikir, modernisasi ini dicapai dengan
beberapa cara, Harrod Domar menekankan aspek ekonomi dengan teori
tabungan dan investasi, di mana pembangunan masyarakat hanya merupakan
masalah penyediaan modal dan investasi.
Dari
situ jelas ada kecenderungan negara melepas tanggung jawab untuk
membiayai pendidikan tinggi, telah berdampak makin sulitnya orang miskin
untuk mengakses pendidikan tinggi karena tidak kuat bayar. Menurut
Darmaningtyas (2009), ada beberapa alasan mengapa pemerintah melepaskan
tanggung jawabnya dalam pengelolaan pendidikan dan menyerahkan ke
publik. Pertama, adanya tekanan dari IMF untuk mengurangi subsidi bidang
pendidikan maupun kesehatan. Kedua, perubahan cara pandang negara
terhadap pendidikan dari sebagai hak asasi yang melekat pada diri setiap
warga menjadi sebuah kapital yang dapat diperdagangkan dan
menguntungkan.
Apa
dampak dari UU BHP tersebut? Akibat kebijakan itu, sudah menjadi
rahasia umum kalau biaya pendidikan semakin mahal. Tentu saja akan
membuat beaya kuliah lebih mahal akan sangat merugikan rakyat. Padahal
dalam UUD 45 dinyatakan bahwa negara berkewajiban memberikan pendidikan
yang layak kepada warga negara. Ditambah lagi dengan dibukanya
jalur-jalur khusus di luar SPMB dan PMDK atau jalur mandiri universitas.
Wacana jual beli pendidikan pun merebak di mahasiswa. Namun, wacana itu
terus mengempis seiring dengan semakin mapannya diskursus modernisasi.
Mahasiswa seakan tidak boleh lari dari arus itu.
Dengan
fasilitas yang lebih lengkap dan canggih, serta regulasi-regulasi baru,
semakin dijadikan pembenaran atas terciptanya kultur kosmetik di
kampus. Sebuah kultur yang semakin menambah deret kelam modernisasi.
Apakah itu? Yang sangat konkret dapat kita lihat dari mode dan tren
budaya teranyar yang dikenakan mahasiswa baru. Budaya itu meliputi
orientasi, SDM, serta tindakan ekonomi. Mahasiswa, misalnya, sebagian
ada yang menjadikan kuliah sekadar untuk prestise, atau kongkow-kongkow
mencari teman, atau pamer pakaian dengan model terbaru. Di kalangan
aktivis, budaya glamor juga ditunjukkan dengan semakin banyaknya
rapat-rapat aktivis di hotel, kafe, atau restoran bersama para elite
politik atau bahkan dengan pengambil kebijakan. Dengan kesejatian
realitas itu, apakah kita masih optimistis dengan modernisasi kampus? Di
situlah kritik kita terhadap dampak UU BHP.
E. Kampus sebagai Miniatur Negara
Kampus
adalah miniatur negara. Tentu hal ini tidaklah berlebihan, kita bisa
melihat dari segi penyebaran mahasiswa, kampus menghadirkan peserta
didik dari berbagai unsur suku, ras dan agama yang ada di negara ini.
Dari segi intelektualitas, kampus juga menghadirkan ribuan calon
pemimpin yang akan mengisi kursi-kursi kosong kepemimpinan bangsa ini.
Bisa diibaratkan, kampus adalah ruang kaderisasi bangsa. Masa depan
nasib bangsa ditentukan oleh kampus karena di situlah banyak dididik
berbagai pengetahuan dan skil (termasuk karakter dan mentalitas)
generasi muda bangsa yang kelak menjadi pemimpin di tengah –tengah
masyarakat.
Sebagai
miniatur negara yang dimana didalamnya terdapat banyak perangkat yang
satu sama lain saling mendukung, maka di dalam kampus juga memiliki
pemerintahan dan rakyat, baik itu antara rektorat dengan mahasiswa
ataupun antara mahasiswa dengan mahasiswa. Oleh karenanya, kita akan
menemukan berbagai kelompok yang ada akan selalu bertaruh dalam
memperebutkan eksistensinya di dalam kampus. Dari level rektorat,
dekanat, dosen, pegawai akademik, mahasiswa hingga tukang sapu akan
terlibat dalam arena perebutan kekuasaan. Bisa dikatakan kampus adalah
miniatur basis produksi, distribusi dan pertarungan negara.
Benturan-benturan
ideologi antar gerakan mahasiswa pun akan terjadi di kampus sehingga
menjadikan kehidupan kampus menjadi sangat kondusif bagi kontentasi
semua kelompok sehingga keberadaannya akan merepresentasikan iklim
demokrasi di Indonesia. Sejarah mencatat bahwa perubahan-perubahan
mendasar di negara ini juga berangkat dari komunitas-komunitas
intelektual kampus. Hal inilah yang kemudian melabelisasi kampus sebagai
laboratorium demokrasi Indonesia.
Sistem
pemerintahan dibangun berdasarkan kebutuhan dimasing-masing kampus.
Keberadaan BEM (Badan Ekskutif Mahasiswa) atau Senat Mahasiswa dengan
menempatkan Presiden Mahasiswa-nya (Presma) atau istilah lain (karena
tiap kampus berbeda) sebagai mahasiswa nomor satu di kampus adalah salah
satu cerminan dari penataan sebuah kehidupan (kampus). Maka, sangat
tidak menarik apabila sebuah kampus hanyalah dijadikan tempat
perkuliahan, kalau begitu apa bedanya dengan SD, SMP ataupun SMA?
Berarti mahasiswa akan semakin jauh dengan hal-hal yang bersifat sosial,
kondisi real yang akan di hadapi oleh mahasiswa selepas kuliah.
Semangat ini pula yang kemudian dimaknai oleh gerakan mahasiswa sebagai
wadah untuk menyalurkan aspirasi-aspirasi mereka dengan ikut aktif
berpartisipasi dalam, misalnya, PEMIWA (Pemilu Mahasiswa, atau istilah
lainnya), untuk memilih pemimpin kampus (BEM/DEMA/SEMA). Pemiwa akan
menjadi momentum mengakselerasi perubahan-perubahan yang dianggap
penting oleh gerakan mahasiswa dengan segala karakteristik
perjuangannya.
Saat
ini, sistem Pemiwa di beberapa kampus dilakukan dengan pemilihan
langsung. Ada di antaranya dengan cara mengharuskan mahasiswa membentuk
partai mahasiswa sebagai kendaraan politik untuk mengajukan calon-calon
mereka duduk di lembaga eksekutif atau lembaga legislatif mahasiswa
(BEM/DEMA/SEMA/DPM). Partai mahasiswa yang diharapkan merupakan
representasi dari kepentingan-kepentingan komunal mahasiswa yang harus
diperjuangkan.
Partai
mahasiswa tidak sekadar menjadi syarat administratif untuk bisa
berpartisipasi dalam Pemiwa yang hadir ketika Pemiwa akan berlangsung,
tetapi juga bisa menjalankan fungsi-fungsi partai yang seharusnya untuk
memberikan pendidikan dan pencerdasan politik bagi mahasiswa umum
sebagaimana tertuang dalam AD/ART partai mahasiswa. Mereka yang terpilih
sebagai pimpinan BEM/DEMA/SEMA/DPM harus bisa merepresentasikan
kepentingan mahasiswa umum sebagai konstituen di suatu daerah
pemilihannya (biasanya tiap fakultas atau jurusan). Jangan sampai
ketidakprofesional pimpinan lembaga intra kampus membuat mahasiswa jenuh
terhadap sistem yang berlangsung di kampus. Karena itu, perlu adanya
dinamisasi sistem dengan membuka ruang kesempatan bagi siapa saja untuk
berpatisipasi dalam pengembangan kehidupan lembaga intra kampus.
Sebagai
miniatur negara, di samping berisi lembaga politik intra kampus, juga
terdapat berbagai lembaga pengembangan bakat minat yang dikenal Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) seperti lembaga penerbitan, lembaga olahraga,
lembaga seni budaya, lembaga bahasa, lembaga pecinta alam, lembaga
perekonomian koperasi mahasiswa, dan lain-lain. Keberadaan Pers
Mahasiswa menjadi pelengkap yang ikut mencerminkan sebuah Negara
(miniatur negara). Pers bisa melakukan kritik dan pencerdasaan mahasiswa
dengan wacana dan informasi yang disampaikan. Atas berbagai komponen
dan dinamisasi yang ada tersebut itulah maka kehidupan kampus sepenuhnya
bukan hanya terpaku pada kegiatan akademik, seperti perkuliahan ataupun
aplikasi-aplikasi lain yang berkaitan dengan kuliah.
Adanya
demonstrasi ataupun perebutan kekuasaan di kampus bukanlah hal yang
harus dipertentangkan, karena dengan adanya dinamika seperti itu
mencerminkan bahwa mahasiswa peka terhadap berbagai realitas yang ada.
Mahasiswa tidak harus manut-manut di hadapan dosennya walaupun ada
kesalahan dalam kinerja sang dosen. Mahasiswa tidak mesti berdiam diri
ketika melihat ataupun mendengar sebuah ketidak beresan dalam
lingkungannya. Demonstrasi atas kenaikan BBM, tarif dasar listrik, dll
adalah bukti bahwa Mahasiswa juga adalah bagian dari masyarakat.
Kampus
yang dikenal sebagai miniatur negara, merupakan tempat berkumpulnya
pemuda dari pelosok daerah dengan segala perbedaan dan bentuk sosial,
tentunya juga beragam potensi. Ketimpangan sosial yang terjadi dalam
kampus adalah cerminan dari kesenjangan sosial di masyarakat. Berhasil
tidaknya ideologi yang diterapkan negara dapat dilihat di kampus. Begitu
juga ketika kita harus mensensus seberapa besar kepedulian masyarakat
terhadap kondisi negara, maka lihatlah di kampus kita masing-masing,
sejauh apa mahasiswa turut andil dalam dinamisasi pergerakan lembaga
kemahasiswaan. Mahasiswa yang dikatakan sebagai sumber cadangan pemimpin
masa depan bangsanya, kini menjadi tumpuan masyarakat dalam pengolahan
dan manajemen kekayaan negara. Tidak hanya itu, tanggung jawab penuh
juga diserahkan kepada mahasiswa dalam melakukan pengawasan jalannya
roda pemerintahan. Karena disamping fungsi kontrol dan pressure terhadap
pemerintah, mahasiswa tentunya dituntut mampu memberikan solusi dari
berbagai permasalahan bangsa.
Dewasa
ini, keberadaan lembaga intra kampus seolah-olah meredup seiring mulai
stabilnya kondisi pemerintahan secara struktural. Nyatanya di lapangan
masih saja terdapat kesenjangan sosial yang terjadi di tingkatan
masyarakat umum, seperti data yang di laporkan oleh MenkoKesra Aburizal
Bakrie tahun 2006 lalu yang menunjukkan bahwa sekitar 60% penduduk
Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan perkapita
dibawah Rp. 500.000,-, yang dengan anggaran tersebut mereka harus mampu
menghidupi keluarga serta kebutuhan hidup lainnya.
Meskipun
lembaga kemahasiswaan tidak memiliki wewenang khusus dalam menangani
masalah ini namun perlu disadari bahwa lembaga inilah yang nantinya
berperan dalam mengelola potensi SDM dalam memakmurkan dan
mensejahterakan masyarakat. Untuk itu, lembaga-lembaga ini perlu
sekiranya mendapat perhatian khusus oleh pemerintah dan birokrat kampus
khususnya oleh mahasiswanya sendiri. Paling tidak bentuk perhatiannya
bisa berupa pemberian fasilitas yang mendukung dan diserahkan sepenuhnya
terkait pengelolaan kepada mahasiswa. Hingga berupa pembinaan secara
intensif terkait hal-hal yang dianggap mampu menunjang peningkatan
skills mahasiswa. Karena dikhawatirkan ketika hal ini tidak dilakukan
akan terjadi “Lost Generation”, akhirnya menyebabkan stagnasi gerakan
mahasiswa. Dimana saat pemain veteran sudah meninggalkan dunia kampus,
akhirnya tidak ada yang meneruskan perjuangan perubahan oleh mahasiswa
baik dalam struktural maupun olah pemikiran.
Bagaimana
mungkin dinamisasi kampus akan terjadi tanpa adanya peran aktif dari
mahasiswa. Sementara lembaga ini didirikan dan difasilitasi untuk
mahasiswa,ironisnya justru mahasiswa yang buta dalam pengelolaan lembaga
ini, kelak akan menjadi fenomena gerakan mahasiswa khususnya internal
kampus ketika mahasiswa ‘mati’ bersama cita-cita perubahannya.
F. PMII DAN REKAYASA KAMPUS
Dunia
perpolitikan mahasiswa yang tak pernah lepas dari wilayah kampus
membuat PMII mau atau tidak mau akan terlibat dalam pusaran rebutan
kekuasaan kampus. Meskipun diakui ataupun tidak, mahasiswa pada umunya
cenderung bersikap apolitis dengan berbagai isu kebijakan birokrat
kampus dan para pejabat mahasiswa, namun tetap saja mahasiswa berpolitik
dalam arti yang lebih luas. Dikarenakan politik memiliki lingkup yang
menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan, tergantung sudut pandang
masing-masing.
PMII
sebagai organisasi ekstra kampus membina dan mendistribusikan
kader-kadernya untuk aktif dalam lembaga-lembaga kampus, bahkan akan
mendorong kadaer-kader terbaik memimpin lembaga-lembaga tersebut.
Keberadaan lembaga-lembaga tersebut, bagi PMII adalah sebagai ruang
distribusi kader karena di lembaga tersebut kader PMII bisa menempa dan
mengembangkan kemampuan yang dimilikinya agar lebih maju dan
profesional.
PMII
memandang lembaga intra kampus sangat strategis sebagai wahana
kaderisasi. Pada umumnya, ada beberapa jenis lembaga kampus yang
memiliki otoritas tertentu dalam mengayomi kampus dan mahasiswa, yaitu
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Fakultas/Jurusan
(HMF/J) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Lembaga-lembaga tersebut
bermain dalam wilayah internal kampus dan kepengurusannya berisikan
mahasiswa yang tercatat masih aktif program studinya. Secara umum ke
tiga jenis lembaga ini memiliki andil penting dalam rekayasa kampus. Mau
kemana dan bagaimana nantinya kampus akan dikelola, lembaga inilah yang
akan mewujudkannya dalam tataran kerja nyata di lapangan.
Dengan
menguasai lembaga intra kampus, PMII akan semakin meneguhkan
perjuangannya dalam menyalurkan aspirasi mahasiswa di segala lapisan
baik akademisi, organisatoris hingga preman kampus. Perlu diingat bahwa
Perguruan Tinggi merupakan salah satu sarana yang dibuat dalam
meningkatkan pembangunan negara secara umum, oleh karena itu tak heran
bahwa banyak perubahan besar yang diawali dari gerakan lembaga
kemahasiswaan ini. Adanya lapangan bola, internet, pustaka hingga tempat
parkir merupakan fasilitas yang diberikan karena adanya sebuah
permintaan yang dalam hal ini diajukan oleh mahasiswa secara umum dan
disampaikan kepada pihak birokrat melalui lembgaga kemahasiswaan jalur
komunikasi antara mahasiswa dan birokrat kampus. Ketika birokrat kampus
serta lembaga-lembaga ini tidak mampu berkoordinasi dalam
mengaspirasikan harapan civitas kampus umum, maka akan timbul saling
ketidakpercayaan, stagnansi hingga kemerosotan akreditasi kampus dalam
tataran akademis, fasilitas dan budaya.
G. Penutup
Demikianlah
paparan seputar kehidupan perkuliahan, dimana kampus dan mahasiswa
berada. Kampus bisa menjadi tempat bagi mahasiswa untuk mengembangkan
aktualisasi dan apresiasinya sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini
merupakan sisi positif yang dimiliki mahasiswa. Kesempatan seperti ini
tentu tidak dimiliki mereka yang tidak sempat belajar di kampus.
Sebagai
bagian dari elemen mahasiswa, PMII memandang sangat vital keberadaan
kampus, tidak hanya semata-mata untuk tempat pembelajaran, tetapi juga
sebagai wahana untuk menempa dan mengembangkan bakat potensi yang
dimiliki para anggotanya.
Lagu-lagu Pergerakan
Mars PMII
Inilah kami wahai Indonesia
Satu barisan dan satu cita
Putera bangsa dan penegak agama
Tangan terkepal dan maju kemuka
Habislah sudah masa yang suram
Selesai sudah derita yang lama
Bangsa yang jaya Islam yang benar
Bangun tersentak dari bumiku subur
Reff
Denganmu PMII
Pergerakanku
Ilmu dan bakti ku berikan
Adil dan makmur ku perjuangkan
Untukmu satu tanah airku
Untukmu satu keyakinanaku
Inilah kami wahai Indonesia
Satu angkatan dan satu jiwa
Putera bangsa bebas merdeka
Tangan terkepal dan maju kemuka
Back to reff
Darah Juang
Disini negeri kami
Tempat padi terhampar
Samudranya kaya raya
Negeri kami subur tuan
Di negeri permai ini
Berjuta rakyat bersimbah luka
Anak kurus tak sekolah
Pemuda desa tak kerja
Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Padamu kami berjanji
Padamu kami mengabdi
Berjuanglah PMII
Berjuanglah PMII berjuang
Marilah kita bina persatuan 2x…
Hancur leburkanlah angkara murka
Perkokohlah barisan kita
Siap…
Sinar api Islam kini menyala
Tekad bulat jihad kita membara 2x…
Berjuanglah PMII berjuang
Menegakkan kalimat Tuhan
Buruh Tani Mahasiswa
Buruh tani mahasiswa rakyat miskin kota
Bersatu padu rebut demokrasi
Gegap gempita dalam satu suara
Demi tugas suci yang mulia
Hari-hari esok adalah milik kita
Terciptanya masyarakat sejahtera
Terbentuknya tatanan masyarakat
Indonesia baru tanpa orba
Marilah kawan mari kita kabarkan
Di tangan kita tergenggam arah bangsa
Marilah kawan mari kita nyanyikan
Sebuah lagu….tentang pembebasan
Dibawah kuasa tirani
Kususuri garis jalan ini
Berjuta kali turun aksi
Bagiku satu langkah pasti
Dibawah topi jerami
Kususuri garis perlawanan
Berjuta kali berdemontrasi
Bagiku revolusi atau mati